23 Orang Tewas di Gaza Akibat Bom Israel, 8 Anak-Anak!

NarayaPost – Suasana di wilayah Gaza semakin parah. Itu setelah rentetan bom Israel menghujani jalur pada Kamis, (10/7/2025) dini hari. Setidaknya, ada 23 orang tewas dalam tragedi pengeboman tersebut, delapan korban di antaranya merupakan anak-anak.
Pengeboman itu terjadi hanya beberapa jam, setelah kelompok Hamas yang menguasai jalur Gaza mengumumkan kesediaan untuk membebaskan 10 sandera Israel sebagai bagian dari perundingan gencatan senjata Gaza yang sedang berlangsung di Qatar.
Usai tragedi pengeboman, jumlah orang yang tewas diumumkan oleh badan pertahanan sipil Gaza. Mereka melaporkan sedikitnya 26 orang yang tewas di berbagai wilayah Jalur Gaza akibat serangan Israel sepanjang Rabu, (9/7), kemudian 29 orang lainnya Selasa (8/7) tewas dan sedikitnya 12 orang tewas pada Senin, (7/7).
BACA JUGA: Tata Cara Pilih Ikan Segar di Pasar, Ini Tips-Tipsnya
Bom Israel Hantam Jalur Gaza
Dilansir AFP, Mohammed al-Mughair, pejabat badan pertahanan sipil Gaza mengatakan gelombang pengeboman terbaru menghantam wilayah Jalur Gaza bagian tengah dan bagian selatan, dengan serangan paling mematikan telah menewaskan sedikitnya 12 orang di area Deir el-Balah.
Adapun, delapan anak-anak dan dua wanita yang turut menjadi korban tewas akibat tragedi tersebut. Ia menambahkan, pesawat-pesawat militer Israel menargetkan lokasi “pertemuan warga di depan sebuah pos medis”. Lalu, ada dua orang yang tewas pula dalam serangan terpisah menghantam area kamp Nuseirat.
Sementara, empat orang lainnya tewas di area kamp Bureij. Dua kamp pengungsian itu berada di wilayah Jalur Gaza bagian tengah. Al-Mughair menambahkan, lima orang lainnya (lagi) tewas saat serangan menghantam tenda pengungsi di area Al-Mawasi, Khan Younis, Jalur Gaza di bagian selatan.
Militer Israel Belum Memberikan Tanggapan
Hingga berita ini ditulis, masih belum ada tanggapan langsung akibat serangan bom Israel dari pihak militer.
Sejarah Bom Israel ke Gaza
Pada 1 Januari 2025, serangan udara Israel menghantam wilayah Jabalia dan Bureij, menewaskan setidaknya 9 warga Palestina termasuk wanita dan anak-anak, pada awal tahun baru 2025. Serangan ini terjadi di tengah suhu dingin dan hujan lebat yang memperburuk kondisi pengungsi di Gaza .
Setelah gencatan senjata berakhir pada Maret 2025, pada 18 Maret Israel melancarkan “Operation Might and Sword”, serangan udara dan artileri besar‑besaran yang menewaskan lebih dari 400 orang dalam waktu 24 jam menandai eskalasi paling mematikan sejak Oktober 2023. Keesokan harinya, pasukan darat melancarkan operasi di Koridor Netzarim.
Pada 23 Maret, terjadi insiden tragis di Rafah, pasukan Israel menyerang ambulans dan kendaraan kemanusiaan, menewaskan 15 petugas medis, termasuk petugas Palang Merah, serta menimbulkan tudingan pembunuhan ekstra yudisial.
Pada pertengahan Mei, Israel meluncurkan “May 2025 Gaza offensive” alias “Operation Gideon’s Chariots”, operasi gabungan darat dan udara dengan tujuan menguasai lebih 75 % Gaza. Sejak 16 Mei, sekitar 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 terluka, dengan sekitar 65 % kawasan Gaza kini berada dalam kendali pasukan Israel.
Lebih lanjut, pada 13 Mei, serangan udara menghancurkan kompleks di European Hospital, menewaskan puluhan pasien dan staf medis, serta melumpuhkan fasilitas kesehatan utama di Khan Yunis.
Dalam beberapa minggu terakhir (awal Juli), serangan udara kembali intens 38–51 korban tewas dalam satu serangan, termasuk di Khan Younis dan Nuseirat bersamaan perundingan gencatan senjata 60 hari yang sedang berlangsung antara Netanyahu dan Trump, yang juga mengupayakan pertukaran sandera.
BACA JUGA: Yoon Suk Yeol Ditangkap Lagi: Eks Presiden Korsel Terancam Dakwaan Serius
Rangkaian serangan ini telah menyebabkan kehancuran infrastruktur vital terutama rumah sakit dan jaringan bantuan serta krisis kemanusiaan mendalam dengan hampir kolapsnya sistem kesehatan di Gaza.
Penutup: Bom Israel Memperburuk Luka Gaza
Serangan bom yang menewaskan 23 orang termasuk 8 anak-anak pada 10 Juli 2025 menambah panjang daftar penderitaan warga Gaza. Kekerasan yang terus berlangsung di tengah perundingan gencatan senjata menunjukkan betapa rapuhnya harapan perdamaian.
Tanpa tanggapan resmi dari militer Israel, tragedi ini mencerminkan kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk. Gaza tak hanya kehilangan nyawa, tapi juga harapan, sementara dunia terus dihadapkan pada dilema moral untuk bertindak lebih dari sekadar mengecam.