India-Pakistan Memanas: Bayang-Bayang Perang Nuklir Menguat

NarayaPost- India-Pakistan memanas pasca serangan teroris di Kashmir. Siapa lebih unggul secara militer dan nuklir pada 2025? Simak analisis lengkapnya di sini.
Ketegangan India-Pakistan kembali mencapai titik kritis. Pada 22 April 2025, serangan teroris mematikan mengguncang kawasan Pahalgam, Kashmir, menewaskan 27 orang—mayoritas wisatawan sipil. Kelompok militan The Resistance Front (TRF) menyatakan diri sebagai pelaku. India langsung menuding Pakistan sebagai aktor di balik kelompok tersebut, tuduhan yang segera dibantah oleh Islamabad.
Namun, respons New Delhi tak berhenti di diplomasi. Enam Mei 2025, India meluncurkan Operasi Sindoor, sebuah aksi militer ofensif berupa serangan udara dan rudal ke sembilan lokasi yang diklaim sebagai basis militan di wilayah Pakistan dan Kashmir yang dikuasai Pakistan. India menyebut serangan tersebut berhasil menghancurkan infrastruktur kelompok seperti Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammed. Di sisi lain, Pakistan melaporkan jatuhnya korban sipil sebanyak 26 orang, dan puluhan lainnya luka-luka.
Peristiwa ini menempatkan kawasan Asia Selatan dalam kondisi sangat genting. Ketegangan India-Pakistan bukan hanya soal sengketa wilayah, tetapi kini melibatkan risiko eskalasi menuju konflik bersenjata berskala penuh—bahkan nuklir.
Kekuatan Militer India dan Pakistan: Kesenjangan yang Nyata
Data dari Global Firepower 2025 menunjukkan ketimpangan kekuatan konvensional antara kedua negara. India menempati peringkat ke-4 militer terkuat di dunia, sementara Pakistan berada di posisi ke-12
Komponen | India | Pakistan |
---|---|---|
Personel Aktif | 1,46 juta | 654.000 |
Cadangan | 1,15 juta | 500.000 (paramiliter) |
Anggaran Pertahanan | USD 86 miliar | USD 11 miliar (rencana naik 18%) |
Tank Tempur | 3.740 | 2.537 |
Artileri | 9.743 | 4.619 |
Pesawat Tempur | 730 | 452 |
Kapal Selam | 16 | 8 |
Kapal Induk | 2 | 0 |
Keunggulan India terlihat dalam hampir semua aspek militer. Namun Pakistan memiliki struktur pertahanan yang lincah dan pengalaman panjang dalam menghadapi konflik asimetris. Kedua negara sama-sama menjaga postur militer di sepanjang perbatasan, membuat setiap provokasi berpotensi memicu konfrontasi.
Keseimbangan Nuklir: Sama Kuat, Sama Berbahaya
Ketegangan India-Pakistan juga ditandai oleh perlombaan senjata nuklir yang berlangsung senyap namun konsisten. Pada 2025, diperkirakan:
- India memiliki sekitar 172 hulu ledak nuklir
- Pakistan menyimpan sekitar 170 hulu ledak nuklir
Perbedaan utama justru terletak pada doktrin penggunaannya. India secara resmi menganut kebijakan No First Use—tidak akan menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu. Sebaliknya, Pakistan secara terbuka menolak komitmen ini, dan menyatakan siap menggunakan nuklir secara taktis jika keamanan nasionalnya terancam secara eksistensial.
Ketidakseimbangan doktrin ini menciptakan ketegangan psikologis yang serius, karena memicu perhitungan cepat dalam situasi krisis—di mana keputusan keliru bisa berujung pada kehancuran regional.
Reaksi Global: Seruan Damai dalam Hening Ketidakpastian
Ketika hubungan India-Pakistan memanas tentu saja menarik perhatian dunia internasional. Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyerukan agar kedua negara menahan diri. Namun, tidak adanya mekanisme komunikasi strategis aktif membuat peluang penyelesaian damai makin mengecil.
Laporan dari Bulletin of the Atomic Scientists menyoroti kekosongan kanal diplomasi antara dua negara bersenjata nuklir ini sebagai celah serius yang dapat mempercepat eskalasi militer secara tidak sengaja.
Diplomasi atau Kehancuran?
Ketegangan India-Pakistan telah melampaui isu Kashmir. Kini, yang dipertaruhkan adalah kestabilan Asia Selatan, keamanan regional, dan kelangsungan hidup jutaan manusia. Dalam skenario terburuk, benturan antara dua negara bersenjata nuklir ini dapat menjadi konflik paling destruktif sejak Perang Dunia II.
Dengan kekuatan konvensional yang unggul dan kapasitas nuklir yang seimbang, India maupun Pakistan sama-sama berada di posisi genting. Tanpa dialog strategis dan intervensi diplomatik aktif, bayang-bayang perang nuklir tidak lagi sebatas fiksi geopolitik—melainkan ancaman nyata.