Harga Minyak Mentah Melemah, Batu Bara dan CPO Justru Menguat

NarayaPost — Pada penutupan perdagangan Kamis (12/6), pasar komoditas menunjukkan pergerakan harga yang bervariasi. Harga minyak mentah mengalami penurunan di tengah meningkatnya kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah.
Di sisi lain, batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO) justru mencatatkan kenaikan. Namun, tidak semua komoditas bernasib baik; nikel dan timah terpantau melemah. Untuk informasi lebih lengkap, berikut ulasan selengkapnya yang dihimpun NarayaPost dari berbagai sumber.
BACA JUGA: Jakarta Future Festival 2025: Momen Kolaborasi Warga Menuju Jakarta Kota Global
Harga Minyak Mentah Terjepit Isu Geopolitik
Harga minyak mentah sedikit menurun pada hari Kamis, seiring para pedagang merealisasikan keuntungan setelah reli 4 persen pada sesi sebelumnya. Reli tersebut didorong oleh kekhawatiran gangguan pasokan akibat memburuknya ketegangan di Timur Tengah.
Mengutip laporan Reuters, minyak mentah Brent turun 41 sen, atau sekitar 0,6 persen, menjadi USD 69,36 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga tak luput, melemah 11 sen, atau 0,2 persen, ke level USD 67,97 per barel.
Situasi semakin keruh saat Presiden AS Donald Trump pada Kamis mengisyaratkan kemungkinan besar serangan Israel terhadap Iran, meskipun ia sendiri memilih untuk tidak segera menyebutnya dan ingin menghindari konflik. Tentu saja, sentimen ini sangat memengaruhi harga minyak.
Nilai Batu Bara dan CPO Meroket
Kontras dengan penurunan harga minyak, batu bara justru menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Di penutupan perdagangan Kamis, harganya sedikit merangkak naik. Menurut data dari barchart ICE Newcastle untuk kontrak Juni 2025, batu bara menguat 0,14 persen, mengakhiri hari di USD 104,60 per ton.
Tidak mau ketinggalan, minyak kelapa sawit (CPO) pun ikut menikmati kenaikan. Berdasarkan informasi dari tradingeconomics, harga CPO melonjak 1,3 persen, mencapai MYR 3.889 per ton.
Penguatan ini tidak lepas dari berbagai faktor, salah satunya adalah menguatnya harga minyak kedelai.
Nikel dan Timah Cenderung Lesu
Sayangnya, tidak semua logam industri bisa ikut bergembira. Harga nikel terpantau lesu, mengalami penurunan 0,49 persen dan ditutup di USD 15.105 per ton pada perdagangan Kamis.
Sejak April lalu, nikel berjangka memang kerap berkutat di kisaran USD 15.000 per ton, tak jauh dari titik terendah empat tahun di USD 14.150.
Lantas, kira-kira apa yang menjadi biang keroknya? Ternyata, tekanan pasokan berlebih masih terus membayangi. Lonjakan produksi dari Indonesia, yang kini menyumbang sekitar 63 persen dari total pasokan nikel dunia, menjadi penyebab utama. Para analis bahkan memprediksi bahwa kelebihan pasokan ini akan terus berlanjut hingga 2027-2028, mengingat beberapa proyek besar di Indonesia sudah hampir rampung.
Senada dengan nikel, harga timah juga harus menelan pil pahit. Pada penutupan perdagangan Kamis, harga timah di situs London Metal Exchange (LME) turun tipis 0,19 persen, mengakhiri hari di USD 32.650 per ton.
BACA JUGA: Revisi Aturan Garis Kemiskinan Indonesia: Indikasi Standar Hidup Warga RI Meningkat
Kesimpulan
Pada penutupan perdagangan Kamis (12/6), pasar komoditas menunjukkan pola yang bervariasi: minyak mentah melemah akibat kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah, sementara batu bara dan CPO justru menguat didukung sentimen pasar yang positif. Di sisi lain, nikel dan timah terpantau lesu, terutama nikel yang tertekan oleh kelebihan pasokan global dari Indonesia.
Dinamika pasar komoditas memang selalu menarik untuk dicermati. Tentunya hal itu tidak terlepas dari berbagai faktor yang memengaruhinya. Bagaimana menurut Anda, apakah tren ini akan terus berlanjut di pekan-pekan mendatang? Ikuti terus pembaruan dari kami untuk mengetahui pergerakan harga komoditas lainnya.