NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Harga Minyak Dunia Naik Imbas Eskalasi Konflik Iran–Israel

Harga Minyak Dunia Naik Imbas Eskalasi Konflik Iran–Israel

harga minyak dunia naik

NarayaPost — Harga minyak dunia naik kembali secara signifikan akibat intensifikasi konflik antara Iran dan Israel. Pada Selasa (17/6), harga minyak mentah jenis Brent menembus USD 76,45 per barel, naik sekitar 4,4 persen dari hari sebelumnya.

Di sisi lain, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melonjak ke USD 74,84 per barel. Kenaikan ini dipicu oleh aksi militer Israel dan respons balasan Iran, termasuk ancaman penutupan Selat Hormuz.

BACA JUGA: Serangan Israel ke Iran Berlanjut, Hantam Stasiun TV Iran

Menurut laporan Reuters, eskalasi konflik yang belum mereda terus mendukung indikator pasar serta terhadap kekhawatiran gangguan pasokan. Meski infrastruktur utama masih utuh, Iran dikabarkan menghentikan sebagian produksi gas di lapangan South Pars setelah serangan Israel memantik kebakaran, serta serangan terhadap depot minyak Shahran.

Phil Flynn, seorang analis Price Futures Group mencatat bahwa eskalasi ini menjadikan konflik sebagai faktor risiko permanen bagi pasar, mirip dengan efek konflik antara Rusia dengan Ukraina.

Sementara itu, para analis Lazard dan Reuters memperingatkan jika Iran mempersulit pengiriman melalui Selat Hormuz, harga minyak dunia bisa melaju ke USD 100–120 per barel.

Di dalam negeri, PT Pertamina mengumumkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax dan Dex Series pada akhir bulan ini. 

Evaluasi tersebut bertujuan untuk menyesuaikan harga dengan dinamika pasar minyak global serta fluktuasi nilai tukar rupiah. Fadjar Djoko Santoso, perwakilan dari Pertamina, menyatakan bahwa keputusan mengenai penyesuaian harga akan diumumkan pada 1 Juli mendatang, dengan mempertimbangkan nilai tukar serta faktor perpajakan. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai dampak kenaikan harga minyak terhadap perekonomian nasional, terutama pada inflasi, kurs rupiah, suku bunga, dan pergerakan arus modal. Ia mencontohkan bahwa saat eskalasi konflik memuncak, harga minyak Brent sempat melonjak hingga mencapai USD 78 per barel, meningkat hampir 9 persen, meskipun saat ini telah terkoreksi ke kisaran USD 75 per barel.

Dari sisi ekonomi nasional, Wakil Ketua MPR Bambang Wuryanto mengingatkan potensi pelemahan rupiah serta depresiasi mata uang negara berkembang lain akibat penguatan dolar AS. Meski begitu, ia menilai pasokan minyak untuk Indonesia masih aman karena jenis minyak mentah yang diimpor berbeda dengan yang terdampak langsung oleh konflik. 

Namun, jika konflik Iran–Israel semakin memburuk dan harga minyak mendekati atau melampaui angka USD 100 per barel seperti diprediksi oleh pengamat energi dari UGM, Fahmy Radhi, maka harga BBM nonsubsidi di dalam negeri berpotensi mengalami lonjakan yang signifikan.

Di sisi lain, Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan bahwa meskipun harga minyak dunia sempat meningkat tajam hingga USD 74 per barel, pasokan global sejauh ini masih dianggap memadai, terutama karena rencana OPEC+ untuk memangkas produksi. Kendati demikian, lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperingatkan bahwa konflik yang terus berlangsung dapat menambah premi risiko di pasar minyak global sebesar USD 5 hingga USD 10 per barel. 

Namun, mereka memperkirakan dampak tersebut kemungkinan hanya akan bersifat jangka pendek dan berlangsung dalam hitungan pekan.

Kesimpulan

Singkatnya, harga minyak dunia naik diakibatkan oleh eskalasi konflik Iran–Israel dan ancaman terganggunya jalur pengiriman energi di Selat Hormuz, telah memicu kekhawatiran global terhadap stabilitas pasokan. 

Lonjakan harga jenis Brent dan WTI menunjukkan bahwa konflik geopolitik masih menjadi faktor utama penggerak pasar. Di Indonesia, respons pemerintah melalui evaluasi harga BBM nonsubsidi mencerminkan upaya adaptif terhadap dinamika pasar internasional dan fluktuasi nilai tukar.

BACA JUGA: Kanker Saluran Pencernaan Gen X dan Milenial Meningkat: Kenali Gejala dan Faktor Risikonya

Meski pasokan global masih dinilai aman oleh IEA, dan dampak konflik diprediksi bersifat sementara oleh Fitch Ratings, ketidakpastian tetap tinggi. Oleh karena itu, koordinasi antara regulator energi, pemerintah, dan pelaku pasar sangat krusial untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli masyarakat di tengah volatilitas pasar minyak global. 

Jika konflik tidak mereda, potensi lonjakan harga hingga USD 100 per barel bisa menjadi kenyataan yang perlu diantisipasi secara serius.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *