OpenAI Dapat Kontrak Rp 3,2 Triliun dari Pentagon, Ini Alasannya

NarayaPost — Perusahaan pengembang ChatGPT, OpenAI dapat kontrak Rp 3,2 triliun dari Pentagon, Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Kontrak ini berjalan hingga Juli 2026 dan menjadi tonggak penting dalam ekpansi OpenAI ke sektor keamanan nasional.
Mengutip New York Post, Pentagon menyebutkan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan prototipe kapabilitas AI mutakhir yang mencakup dua ranah utama. yakni operasi militer dan fungsi administratif. Di antaranya adalah pendukung sistem perang, perbaikan manajemen data pengadaan, layanan kesehatan anggota militer dan keluarga, serta pertahanan siber proaktif.
BACA JUGA: Harga Minyak Dunia Naik Imbas Eskalasi Konflik Iran–Israel
Inisiatif ini merupakan bagian dari program baru OpenAI bernama “OpenAI for Government”, yang dirancang untuk mempercepat adopsi AI canggih dalam pemerintahan di berbagai tingkat, seperti federal, negara bagian, dan lokal. Semua pengembangan dikatakan mematuhi kebijakan etis OpenAI yang melarang penggunaan teknologi mereka dalam pengembangan senjata ofensif.
Kontrak senilai USD 200 juta dari Pentagon tersebut menempatkan OpenAI sebagai salah satu penyedia solusi kecerdasan buatan dengan nilai kontrak tertinggi di sektor pertahanan, menyaingi pendapatan tahunan OpenAI dari Departemen Pertahanan AS yang telah mencapai USD 210 juta.
Angka tersebut sebanding dengan kontrak yang diterima oleh perusahaan teknologi pertahanan seperti Palantir. Keberhasilan ini turut mendorong persaingan di antara perusahaan teknologi besar lainnya seperti Anthropic, Google, dan Meta, yang kini juga mulai gencar menawarkan model kecerdasan buatan mereka kepada lembaga-lembaga keamanan dan intelijen pemerintah Amerika Serikat.
Pergeseran Sikap OpenAI
Menurut laman The Wall Street Journal, langkah ini menandai perubahan sikap OpenAI, yang mana pada awal tahun 2024, lembaga ini masih melarang penggunaan model untuk aktivitas militer. Namun akhir tahun lalu kebijakan itu direvisi untuk memberikan peluang kolaborasi terbatas dengan entitas pertahanan .
Sebelumnya, OpenAI juga telah menjalin kerja sama dengan Anduril Industries pada Desember 2024 untuk mengembangkan teknologi pertahanan seperti counter-drone. Kolaborasi ini semakin menguatkan posisi perusahaan di sektor keamanan.
Meskipun kecerdasan buatan seperti ChatGPT memiliki potensi besar untuk mempercepat proses birokrasi dan meningkatkan kinerja sistem intelijen, para ahli menyoroti tantangan serius terkait keandalan dan akurasi model generatif tersebut.
Salah satu isu utama adalah kecenderungan AI menghasilkan informasi keliru, serta keterbatasan dalam memahami logika kompleks. Untuk mengatasi hal ini, Pentagon memberlakukan standar penggunaan yang ketat melalui pendekatan verify and distrust, yaitu memastikan setiap output AI harus diverifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Korps Marinir AS dalam pedoman internal mereka pada akhir 2024, yang menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam mengandalkan teknologi AI dalam operasi militer.
Prospek di Masa Depan
Kontrak senilai USD 200 juta tersebut bukan sekadar soal pendanaan, melainkan menjadi langkah strategis bagi OpenAI untuk memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam pengembangan teknologi pertahanan.
Investasi ini juga membuka peluang besar bagi perusahaan untuk masuk lebih dalam ke sektor publik dan militer, memperluas cakupan layanan yang sebelumnya lebih banyak difokuskan pada konsumen dan dunia bisnis.
CEO OpenAI, Sam Altman, menyebut langkah ini sebagai upaya penting untuk mempermudah tugas layanan publik melalui pemanfaatan AI berkualitas tinggi, sekaligus menjadi bagian dari strategi ambisius perusahaan dalam membangun pengaruh yang lebih besar di lingkungan pemerintahan secara global.
BACA JUGA: Cara Mengatur Keuangan Anti Boncos, Ini 5 Langkah Pentingnya
Kesimpulan
Kontrak senilai USD 200 juta dari Pentagon menjadi tonggak penting bagi OpenAI dalam menapaki sektor pertahanan dan pemerintahan, sekaligus menandai pergeseran besar dalam kebijakan perusahaan terhadap penggunaan AI dalam ranah militer.
Meski dibayangi tantangan etis dan teknis, langkah ini membuka peluang strategis untuk memperluas cakupan teknologi AI di berbagai lini layanan publik. Dengan komitmen pada etika dan standar verifikasi ketat, OpenAI berupaya membuktikan bahwa teknologi mereka bisa memberikan manfaat signifikan tanpa mengabaikan tanggung jawab.
Kolaborasi ini menandai awal dari babak baru integrasi kecerdasan buatan dalam sistem pertahanan global di masa depan.