Eks Sekretaris MA Kembali Ditangkap Setelah Keluar Lapas

NarayaPost – Belum genap seminggu menghirup udara bebas, Nurhadi Abdurrachman, eks Sekretaris MA (Mahkamah Agung) kembali dijemput Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan itu terjadi pada Minggu, dini hari, 29 Juni 2025, langsung di Lapas Sukamiskin, Bandung. Tempat ia sebelumnya menjalani hukuman selama enam tahun dalam kasus suap dan gratifikasi.
Kabar penangkapan ini sontak menyita perhatian publik. Nurhadi bukan tokoh biasa. Ia pernah berada di lingkaran paling dalam kekuasaan yudikatif, duduk sebagai Sekretaris MA sejak 2011 hingga 2016. Sosoknya menjadi simbol ironi, bagaimana korupsi bisa merasuki lembaga yang semestinya menjadi benteng keadilan tertinggi di negeri ini.
Jejak Hitam Sang Sekretaris
Nurhadi sebelumnya divonis bersalah karena menerima suap dan gratifikasi senilai total lebih dari Rp83 miliar. Uang itu ia peroleh dari pengurusan perkara hukum yang masuk ke MA, termasuk dari pengusaha besar seperti Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT). Suap yang mengalir ke Nurhadi mencapai angka mencengangkan Rp35,7 miliar hanya dari satu kasus.
BACA JUGA: Plus Minus Putusan MK Soal Pisah Pemilu Nasional dan Lokal
Vonis dijatuhkan pada tahun 2021. Ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta, dengan subsider tiga bulan kurungan. Setelah menjalani sebagian besar masa hukumannya, Nurhadi dinyatakan bebas bersyarat pada pertengahan Juni 2025.
Namun, kebebasan itu rupanya tak berlangsung lama.
Penangkapan Kembali Eks Sekretaris MA Usai Dinyatakan Bebas
Tak lama setelah meninggalkan Lapas Sukamiskin, Nurhadi kembali menjadi target lembaga antirasuah. Kali ini, bukan soal suap dan gratifikasi seperti sebelumnya, melainkan perkara yang lebih dalam, tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penahanan terhadap Nurhadi berkaitan dengan kebutuhan penyidikan kasus baru yang sedang ditangani. “Kami menahan tersangka NA untuk kepentingan penyidikan dugaan TPPU yang berasal dari kasus sebelumnya,” ujar Budi, dikutip dari Kompas.com.
KPK menduga, uang hasil korupsi Nurhadi tidak hanya berhenti sebagai aliran dana di rekening pribadi. Diduga kuat dana tersebut telah diubah bentuk, dialihkan menjadi aset bergerak dan tidak bergerak, seperti properti mewah, kendaraan, hingga simpanan bernilai tinggi lainnya.
Benarkah Hukum Tak Kenal Ampun?
Penangkapan ini seolah menjadi pesan keras dari KPK: bahwa kejahatan tidak selesai hanya dengan vonis. Jika ada jejak lain, maka aparat penegak hukum akan terus menelusuri. “Kami ingin memastikan bahwa hasil korupsi tidak dinikmati pelaku melalui skema pencucian uang,” tambah Budi.
Pemeriksaan terhadap Nurhadi kini difokuskan untuk mengungkap pola aliran dana serta siapa saja pihak yang terlibat dalam proses pencucian uang tersebut. Tak menutup kemungkinan, kasus ini bisa menyeret nama-nama baru dari lingkungan peradilan atau bahkan pengusaha.
BACA JUGA: Perut Buncit Meski Diet dan Olahraga? Cek Penyebab dan Solusi
Simbol Pemberantasan Korupsi yang Belum Usai
Kasus Nurhadi menyiratkan pelajaran penting: bahwa pemberantasan korupsi bukan sekadar soal menghukum pelaku, tapi juga soal memutus mata rantai manfaat dari hasil korupsi. KPK, meskipun tengah menghadapi tantangan kredibilitas dan internal, tampaknya berusaha menunjukkan bahwa komitmen terhadap penegakan hukum belum padam.
Kini, Nurhadi harus kembali menjalani hari-hari di balik jeruji — bukan lagi sebagai narapidana suap, tapi sebagai tersangka pencucian uang. Proses hukum masih berjalan, dan publik tentu menanti bagaimana KPK membuktikan
sangkaan ini di pengadilan.
Kesimpulan: Hukum Terhadap Eks Sekretaris MA Berlanjut
Baru bebas dari hukuman kasus suap, mantan Sekretaris MA Nurhadi kembali ditangkap KPK atas dugaan pencucian uang. Penangkapan ini menunjukkan komitmen KPK untuk menelusuri hingga tuntas jejak korupsi dan memastikan pelaku tidak menikmati hasil kejahatan melalui aset tersembunyi. Proses hukum masih berjalan dan publik menanti kelanjutannya.