Trump Ancam Tarif Tambahan untuk BRICS, Indonesia Dihantui Dampaknya

NarayaPost – Trump ancam tarif Tambahan untuk BRICS. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat heboh dunia internasional lewat pernyataan terbarunya di media sosial miliknya, Truth Social. Dalam unggahan yang disampaikan pada Senin (7/7/2025), Trump menyatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada setiap negara yang dinilainya mendukung apa yang ia sebut sebagai “kebijakan anti-Amerika” dari kelompok BRICS.
Pernyataan tersebut sontak memantik reaksi dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang kini tercatat sebagai salah satu anggota baru dari kelompok BRICS+.
“Setiap negara yang memihak kebijakan Anti-Amerika BRICS akan dikenakan Tarif TAMBAHAN 10%. Tidak ada pengecualian!” tulis Trump dalam unggahan tersebut.
Meski tanpa penjelasan rinci mengenai definisi “kebijakan anti-Amerika”, ancaman ini menandai kembali naiknya tensi dagang antara Washington dan sejumlah negara berkembang.
BACA JUGA : Pelanggan ShopeeFood yang Aniaya Kurir Jadi Tersangka
Apa Itu BRICS dan Mengapa Jadi Sorotan Trump?
BRICS adalah aliansi ekonomi strategis yang pada awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun sejak 2024, organisasi ini berekspansi dan mengundang beberapa negara baru bergabung, termasuk Indonesia, Iran, Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dalam pertemuan puncak BRICS ke-16 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu (6/7/2025), para pemimpin negara anggota mengecam keras kebijakan tarif sepihak yang diberlakukan oleh Trump. Mereka menilai kebijakan tersebut merugikan perdagangan global dan tidak sejalan dengan prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Kami menyuarakan keprihatinan serius tentang tarif unilateral dan tindakan non-tarif yang tidak konsisten dengan aturan WTO,” demikian pernyataan resmi BRICS.
Indonesia Resmi Anggota BRICS: Apa Implikasinya?
Indonesia menjadi anggota penuh BRICS sejak awal 2025 setelah melalui sejumlah dialog ekonomi dan diplomatik. Masuknya Indonesia disambut dengan antusias oleh negara-negara BRICS lain karena posisi strategis Indonesia di kawasan Indo-Pasifik serta sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Namun, keikutsertaan ini ternyata tidak luput dari sorotan AS. Meski Indonesia belum memberikan pernyataan resmi terkait “dukungan kebijakan BRICS”, banyak analis meyakini bahwa RI berpotensi terkena imbas langsung dari ancaman tarif Trump.
Menperin Agus: Indonesia Masih Negosiasi, Jangan Panik
Menanggapi Trump ancam tarif Tambahan untuk BRICS, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah terus memantau perkembangan ini dengan serius. Tim negosiator Indonesia disebut telah berada di Washington DC untuk melakukan pendekatan strategis.
“Kita punya tim negosiasi yang sudah stand by di Washington. Mereka punya target agar Indonesia bisa mendapatkan tarif yang paling baik,” ujarnya kepada media.
Agus juga menegaskan bahwa posisi Indonesia yang strategis di mata AS — baik secara geoekonomi maupun geopolitik — akan menjadi modal penting untuk memperoleh fleksibilitas dalam hubungan bilateral.
“Saya kira AS pada akhirnya akan lebih fleksibel terhadap Indonesia, karena kita adalah mitra penting, tidak hanya dalam perdagangan tetapi juga dalam stabilitas kawasan,” tambahnya.
Apa Dampak Ekonomi Jika Ancaman Tarif Diterapkan?
Jika AS benar-benar menerapkan tarif tambahan 10% kepada Indonesia karena afiliasi BRICS, maka sejumlah sektor ekspor utama RI akan terdampak. Termasuk di antaranya:
- Elektronik dan peralatan komunikasi
- Tekstil dan produk pakaian jadi
- Produk furnitur dan kayu olahan
- Produk makanan olahan dan agrikultur
Ekonom senior dari LPEM UI, Fadhil Hasan, mengungkapkan bahwa efek domino dari kebijakan ini bisa menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS hingga 10–15%.
“Pasar AS masih menjadi salah satu tujuan utama ekspor non-migas kita. Kalau tarif naik, produsen lokal akan menanggung beban atau kehilangan konsumen,” jelas Fadhil.
AS–Indonesia: Mitra Strategis atau Saling Curiga?
Hubungan antara Indonesia dan AS selama ini cenderung stabil dan saling menguntungkan. Indonesia juga menjadi mitra dagang utama AS di Asia Tenggara. Namun, dalam era Trump, hubungan ini pernah memanas, khususnya soal surplus perdagangan Indonesia yang dianggap “tidak adil” oleh Trump.
Kini, masuknya Indonesia ke dalam BRICS seolah menjadi titik balik hubungan tersebut. Meski tidak ada indikasi bahwa RI mengadopsi “kebijakan anti-Amerika”, status keanggotaan BRICS bisa saja dianggap sebagai “sikap politik”.
BACA JUGA : 20 Kampus Paling Berprestasi 2025 Versi Puspresnas, UGM Peringkat Pertama!
Penutup: Diplomasi Jadi Kunci, Indonesia Jangan Tergesa Menarik Diri
Situasi ini menjadi ujian serius bagi diplomasi ekonomi Indonesia. Di satu sisi, menjadi anggota BRICS membuka banyak peluang baru dalam aliansi global non-Barat. Di sisi lain, hubungan dagang dengan AS tetap krusial bagi neraca ekspor RI.
Keseimbangan dan kehati-hatian harus menjadi landasan utama. Pemerintah harus aktif berdiplomasi tanpa terburu-buru menunjukkan keberpihakan yang bisa merugikan posisi Indonesia di mata dunia.
“Tidak semua persahabatan harus jadi permusuhan baru”, ujar pakar hubungan internasional dari CSIS, Rizal Sukma.