NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Thailand dan Kamboja Memanas: Konflik Perbatasan Terancam Jadi Perang Terbuka

Thailand dan Kamboja Memanas: Konflik Perbatasan Terancam Jadi Perang Terbuka

Thailand dan Kamboja

NarayaPost Ketegangan Thailand dan Kamboja Kian Membara: Potensi Perang Terbuka di Depan Mata

Konflik bersenjata yang meletus di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja pada Kamis, 24 Juli 2025, kini berkembang menjadi krisis yang mengkhawatirkan. Pertempuran sengit telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka, serta memaksa lebih dari 100.000 warga sipil di kedua sisi perbatasan untuk mengungsi. Pernyataan dari penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menyiratkan bahwa situasi dapat “bergerak ke arah perang” jika tidak segera dikendalikan.

BACA JUGA : Dinasti Politik Itu Bernama Dedi Mulyadi

Pertempuran Meletus, Ratusan Ribu Warga Mengungsi

Pertikaian militer yang awalnya pecah di Provinsi Ubon Ratchathani dan Surin, Thailand, serta Provinsi Oddar Meanchey, Kamboja, telah memakan sedikitnya 16 korban jiwa. Pemerintah Thailand melaporkan 14 warga sipil dan satu tentara meninggal dunia, sementara otoritas Kamboja menyebut satu warganya tewas akibat baku tembak.

Ratusan roket dan artileri dilaporkan menghantam pemukiman warga. Sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah rusak berat. Di Provinsi Surin, pusat olahraga darurat dipenuhi anak-anak dan lansia yang mengaku trauma melihat ledakan dari jarak dekat.

Sementara itu, Kamboja juga mengevakuasi sekitar 1.500 keluarga. Banyak dari mereka merupakan penyintas konflik era 1980-an yang kini kembali menjadi korban kekerasan.

Kronologi Tumpang Tindih: Dua Versi yang Bertentangan

Versi Thailand menyebut konflik dimulai sekitar pukul 07.30 waktu setempat, ketika pesawat nirawak militer Kamboja terbang rendah di perbatasan. Setelah itu, enam tentara Kamboja bersenjata RPG mendekat, dan menolak negosiasi. Kontak senjata pun tak terhindarkan. Militer Thailand mengklaim berhasil menghancurkan Komando Daerah Militer Khusus 8 dan 9 Kamboja lewat serangan udara F-16.

Namun, Kamboja menyampaikan narasi berbeda. Mereka menuding Thailand sebagai pihak yang terlebih dulu menyerang pada pukul 06.30. Thailand dituduh melanggar zona netral dengan memasuki kuil bersejarah dan memasang kawat berduri. Sekitar pukul 08.46, menurut juru bicara militer Kamboja, jet Thailand menjatuhkan dua bom ke wilayah mereka. Pemerintah Kamboja menyebut ini sebagai “agresi militer brutal” yang melanggar hukum internasional dan Piagam PBB.

Reaksi Dunia: ASEAN dan Negara Besar Serukan Gencatan Senjata

Gelombang kecaman dan seruan damai datang dari berbagai negara. Perdana Menteri Malaysia dan Ketua ASEAN, Anwar Ibrahim, menyatakan keprihatinannya dan menyambut sinyal positif dari Bangkok dan Phnom Penh untuk memulai gencatan senjata.

Amerika Serikat, melalui juru bicara Departemen Luar Negeri, menyuarakan keprihatinan serius dan menyerukan penghentian kekerasan serta perlindungan terhadap warga sipil. Negara lain seperti China, Australia, Uni Eropa, dan Prancis juga menyerukan dialog damai.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat pada Jumat, 25 Juli, untuk membahas potensi eskalasi dan peran komunitas internasional dalam mediasi.

Ketegangan Politik Memperparah Situasi

Krisis ini tidak muncul dalam ruang hampa. Hubungan Thailand dan Kamboja telah memburuk sejak sebulan lalu, ketika mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, membocorkan isi pembicaraan pribadi dengan Paetongtarn Shinawatra—mantan PM Thailand yang kini diskors. Insiden ini merusak kepercayaan antara dua keluarga politik kuat di Asia Tenggara.

Sebagai reaksi atas insiden di perbatasan, Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja. Rantai pasok dan perdagangan lintas batas yang bernilai miliaran dolar juga terdampak serius.

Suara Warga: “Kami Ketakutan dan Trauma”

Warga perbatasan menyuarakan ketakutan mereka. Sutian Phiwchan, penduduk Distrik Ban Dan, menyebut ini sebagai pengalaman paling mengerikan. “Anak-anak ketakutan, mereka menembak ke arah rumah kami. Ini bukan hanya baku tembak, tapi sudah seperti zona perang,” katanya.

Di sisi lain, warga Kamboja yang mengungsi ke hutan mengaku teringat kembali pada trauma Perang Saudara. Banyak yang kehilangan rumah, dan akses terhadap air bersih serta bantuan medis sangat terbatas.

Sengketa Lama yang Kembali Membara

Sejarah konflik Thailand-Kamboja telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan titik panas utama berada di kawasan Kuil Preah Vihear. Sengketa ini pernah memicu pemutusan hubungan diplomatik pada 1958 dan 1961, serta bentrokan militer pada 2008 dan 2011. Tahun 2003, aksi pembakaran Kedutaan Thailand di Phnom Penh sempat memicu evakuasi besar-besaran warga Thailand.

Kini, konflik lama itu tampaknya kembali muncul dalam format yang lebih berbahaya, diperparah oleh instabilitas politik dan nasionalisme yang mengeras di kedua negara.

BACA JUGA : LHKPN Prabowo-Gibran Nilainya Segini, Fantastis!


Penutup: Diplomasi atau Perang, ASEAN Ditantang untuk Bertindak Nyata

Dengan ribuan pengungsi, korban sipil, dan eskalasi militer yang kian brutal, Asia Tenggara kini berada di titik genting. Jika ASEAN gagal bertindak cepat dan tegas, kawasan ini bisa menghadapi salah satu konflik bersenjata paling serius dalam sejarah kontemporer.

Kunci penyelesaian kini terletak pada diplomasi yang inklusif, tekanan dari komunitas internasional, dan kesediaan kedua belah pihak untuk menahan diri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *