NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Dokter di Gaza Bertugas Tanpa Makan: Krisis Kemanusiaan Kian Parah Akibat Blokade

Dokter di Gaza Bertugas Tanpa Makan: Krisis Kemanusiaan Kian Parah Akibat Blokade

Krisis kemanusiaan di Gaza kian parah. Dokter terpaksa bertugas berjam-jam tanpa makan akibat blokade yang dilakukan Israel.

NarayaPost – Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kini mencapai titik nadir. Tak hanya warga sipil yang menderita kelaparan, para dokter dan tenaga medis pun dipaksa bekerja tanpa asupan makanan, menghadapi penderitaan luar biasa di tengah blokade total yang diberlakukan Israel sejak Oktober 2023.

Blokade yang membuat akses terhadap bantuan kemanusiaan nyaris mustahil ini telah menyebabkan ratusan ribu orang di Gaza hidup dalam kondisi gizi buruk. Namun yang lebih memilukan, para tenaga medis yang seharusnya menjadi penyelamat nyawa kini berada di ambang kolaps karena tidak memiliki cukup makanan untuk bertahan hidup.

BACA JUGA : Thailand dan Kamboja Memanas: Konflik Perbatasan Terancam Jadi Perang Terbuka

Tenaga Medis Bertugas dalam Keadaan Lapar

Di Rumah Sakit al-Shifa, salah satu fasilitas medis terbesar di Kota Gaza, banyak dokter dilaporkan bekerja lebih dari 24 jam tanpa makanan. “Hari ini saya bekerja seharian penuh. Tidak ada nasi, tidak ada makanan sama sekali. Rekan saya dan saya harus menangani lebih dari 60 pasien bedah saraf. Saat ini, saya bahkan tidak sanggup berdiri,” ujar seorang dokter yang tak ingin disebutkan namanya. Krisis kemanusiaan di Gaza.

Direktur Rumah Sakit al-Shifa, Dr Mohammed Abu Selmia, menegaskan bahwa tenaga medis kini berada di batas kemampuan fisik mereka. “Beberapa dokter pingsan saat operasi. Kami tidak bisa bertahan lama lagi jika kondisi ini terus berlanjut,” tegasnya seperti dilansir dari News18, Jumat (25/7/2025).

Pasien Kelaparan, Tenaga Medis Terjangkit Penyakit

Di Kompleks Medis Nasser, kondisi tidak lebih baik. Seorang ahli bedah yang merawat anak-anak dengan luka tembak mengungkapkan bahwa ia belum makan selama dua hari karena mengalami gastroenteritis. “Saya tidak bisa makan. Saya takut kondisi perut saya memburuk. Bahkan tekanan darah saya turun drastis hingga saya harus menghentikan operasi pada seorang gadis kecil yang tertembak di perut,” katanya dengan suara gemetar.

Sebagian besar pasien yang datang ke rumah sakit juga menunjukkan tanda-tanda kelaparan ekstrem. Bahkan tenaga medis yang sudah jatuh sakit pun tetap berjuang membantu para korban.

Blokade dan Minimnya Bantuan Menyebabkan Krisis Gizi

Menurut laporan WHO dan sejumlah organisasi kemanusiaan, lebih dari 90 persen rumah sakit di Gaza kini tidak dapat beroperasi secara normal. Kekurangan listrik, obat-obatan, air bersih, dan makanan membuat layanan medis di ambang kehancuran total. Banyak rumah sakit bahkan harus menggunakan bangunan rusak sebagai klinik darurat.

Distribusi bantuan makanan pun terhambat karena Israel memperketat pengawasan di perbatasan dan menolak masuknya bahan-bahan logistik penting. Dalam pernyataan resminya, Human Rights Watch mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional humaniter.

Keluarga Dokter Juga Menderita

Tak hanya para dokter yang mengalami kelaparan, keluarga mereka pun ikut merasakan penderitaan tersebut. Seorang dokter umum di al-Shifa yang juga menjadi sukarelawan mengatakan bahwa ia tidak bisa memberi makanan apa pun kepada anak-anaknya.

“Sepanjang hari saya hanya berpikir bagaimana memberi mereka tepung atau lentil. Tapi tidak ada apa-apa. Pasar kosong. Kami hanya bisa berdoa,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

BACA JUGA : Eks Bos Investree Jadi CEO di Qatar Meski Masih DPO dan Diburu Interpol

Solidaritas Dunia Dibutuhkan Segera

Kondisi Krisis kemanusiaan di Gaza saat ini bukan sekadar krisis lokal. Ini adalah tragedi kemanusiaan global yang membutuhkan respons serius dari komunitas internasional. Lembaga-lembaga seperti Palang Merah, WHO, dan UNRWA terus mengupayakan akses bantuan, namun terhambat kebijakan blokade Israel yang masih diberlakukan secara ketat.

Masyarakat sipil global didorong untuk menyuarakan solidaritas dan menekan pemerintah mereka agar bertindak. Sebuah kampanye donasi darurat juga diluncurkan oleh organisasi medis internasional untuk mendukung tenaga kesehatan di Gaza yang berjuang menyelamatkan nyawa dalam kondisi yang hampir mustahil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *