Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya: Deklarasi Sejarah

NarayaPost – Negara-negara Arab kecam Hamas untuk pertama kalinya karena serangan yang dilancarkan oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Sebuah deklarasi bersejarah dikeluarkan dalam konferensi internasional yang diadakan di Markas PBB di New York. Negara-negara Arab dan Muslim yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Qatar secara resmi mengutuk tindakan Hamas, menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri mereka terhadap kelompok militan Palestina tersebut.
Prancis, yang bersama dengan Arab Saudi menjadi ketua dalam konferensi ini, menyebut pernyataan tersebut sebagai “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, menekankan bahwa ini merupakan kali pertama negara-negara Arab secara terbuka mengutuk tindakan Hamas dan menyerukan pengakhiran kekuasaannya di Gaza.
BACA JUGA : Seorang Wanita Kecewa Usai PPATK Blokir Rekening, Saldo Puluhan Juta Tertahan
“Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab kecam Hamas, mengutuk serangan 7 Oktober, serta menyerukan pelucutan senjata Hamas dan pengucilannya dari pemerintahan Palestina,” ujar Barrot. Ia juga menambahkan bahwa niat negara-negara tersebut adalah untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa depan, meski tanpa komitmen eksplisit dalam deklarasi untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan negara tersebut.
Langkah-Langkah yang Diambil dalam Deklarasi
Deklarasi tersebut menekankan pentingnya mengakhiri perang yang sudah berlangsung 22 bulan antara Israel dan Hamas. Salah satu poin utama dalam deklarasi adalah seruan agar Hamas menyerahkan kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataan mereka kepada Otoritas Palestina. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari usaha untuk mewujudkan solusi dua negara yang berdaulat, yaitu negara Palestina yang merdeka dan Israel yang aman.
Dalam konteks ini, deklarasi menyarankan agar sebuah komite administratif transisi segera dibentuk setelah gencatan senjata. Komite ini diharapkan dapat mengelola Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina dengan dukungan internasional. Ini adalah upaya untuk memastikan stabilitas kawasan dan meletakkan dasar bagi perdamaian yang lebih panjang.
Selain itu, deklarasi juga mengutuk serangan-serangan terhadap warga sipil yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Tindakan Hamas yang menyerang warga sipil pada 7 Oktober 2023 serta serangan Israel terhadap Gaza, yang menyebabkan kehancuran infrastruktur sipil dan krisis kemanusiaan, menjadi sorotan utama. Kecaman ini sejalan dengan upaya untuk mencari jalan keluar damai yang tidak hanya menghentikan kekerasan, tetapi juga membantu masyarakat sipil yang terdampak konflik ini.
Peran Negara-negara Penandatangan Deklarasi
Deklarasi ini ditandatangani oleh sejumlah negara dan organisasi internasional, termasuk Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal. Selain itu, negara-negara anggota PBB juga didorong untuk mendukung langkah-langkah konkret yang tercantum dalam deklarasi, yang mengarah pada perdamaian dan penyelesaian yang adil untuk kedua belah pihak.
Dalam deklarasi tersebut, dukungan terhadap misi stabilisasi internasional sementara yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan PBB juga mendapat sambutan positif. Beberapa negara telah menyatakan kesiapan mereka untuk menyumbangkan pasukan demi memastikan gencatan senjata dan stabilitas jangka panjang di Gaza.
Reaksi dari Negara-negara Arab dan Muslim
Reaksi terhadap deklarasi ini sangat beragam. Beberapa negara Arab, terutama yang tergabung dalam Liga Arab, menyambut baik langkah ini sebagai upaya untuk memajukan solusi damai yang lebih komprehensif. Namun, ada juga pihak-pihak yang masih merasa ragu mengenai kemungkinan perdamaian yang berkelanjutan, terutama terkait dengan masalah Palestina dan hak-hak rakyat Palestina.
Arab Saudi, yang selama ini memainkan peran sentral dalam diplomasi Arab, terlihat sangat mendukung langkah-langkah yang diambil dalam konferensi ini. Mereka juga berharap agar dunia internasional, terutama PBB, bisa berperan aktif dalam mendorong Israel dan Palestina untuk mencapai solusi dua negara yang adil dan langgeng. Di sisi lain, beberapa negara di kawasan ini juga menekankan bahwa solusi tersebut harus memperhatikan hak-hak rakyat Palestina, termasuk hak untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat.
Tantangan dalam Mewujudkan Perdamaian
Meskipun langkah-langkah yang diambil dalam deklarasi ini dianggap penting, tantangan besar tetap ada. Hamas, yang telah lama memegang kendali di Gaza, kemungkinan besar akan menanggapi dengan keras terhadap seruan untuk menyerahkan kekuasaannya. Selain itu, Israel juga harus memperlihatkan komitmen terhadap proses perdamaian, terutama dengan menghentikan serangan terhadap warga sipil dan mengizinkan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Proses panjang menuju perdamaian di Gaza dan wilayah Palestina masih jauh dari kata selesai. Namun, deklarasi ini merupakan titik balik yang menunjukkan bahwa negara-negara Arab kini lebih bersedia untuk menempatkan Palestina dalam konteks yang lebih besar, termasuk hubungan dengan Israel. Hal ini membuka kemungkinan untuk normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, meskipun harus diakui bahwa ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
BACA JUGA : Menteri Keuangan Gelontorkan Dana 2,14 Triliun untuk Gelaran Sekolah Rakyat
Masa Depan Solusi Dua Negara
Ke depan, langkah-langkah dalam deklarasi ini akan diuji dalam prakteknya. Sementara itu, dunia internasional harus terus mendukung proses perdamaian dengan memberikan tekanan kepada semua pihak yang terlibat agar menghormati kesepakatan yang telah dicapai. Dengan adanya kesepakatan internasional ini, harapan untuk solusi dua negara yang menguntungkan bagi Palestina dan Israel masih tetap ada, meskipun jalan menuju perdamaian tersebut akan sangat sulit.
Dalam hal ini, meskipun belum ada keputusan konkret mengenai normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, langkah pertama ini menunjukkan bahwa negara-negara Arab mulai mengubah cara mereka berhubungan dengan Israel, terutama dalam konteks perdamaian dan kestabilan kawasan.