NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Perjalanan Thomas Derksen Menurunkan Berat Badan Tanpa Obat & Diet Ketat

Perjalanan Thomas Derksen Menurunkan Berat Badan Tanpa Obat & Diet Ketat

Thomas Derksen

NarayaPost – Ketika Thomas Derksen, pria asal Jerman yang kini menetap di Shanghai, menatap dirinya di cermin selama masa isolasi pandemi tahun 2020, ia tahu satu hal bahwa hidupnya harus berubah.

Saat itu, berat tubuhnya menyentuh angka 140 kilogram, dan tubuhnya mulai memberikan peringatan nyeri dada, sendi sakit, dan hati berlemak menjadi alarm yang tak bisa lagi diabaikan.

Thomas bukan sosok yang asing dengan perjuangan berat badan. Sejak masa sekolah dasar, tubuhnya yang besar kerap menjadi bahan ejekan. Setiap diet ketat yang ia coba hanya menghasilkan siklus turun-naik yang melelahkan. Ketika berat badan kembali melonjak setelah diet, rasa kecewa dan putus asa pun mengikuti.

BACA JUGA: Prabowo Beri Amnesti, Hasto Kristiyanto Segera Bebas dari Penjara

Pandemi Membuat Thomas Derksen Sadar

Namun titik balik terjadi ketika pandemi memaksa semua orang masuk ke ruang refleksi masing-masing. Isolasi sosial justru membuka ruang bagi Thomas untuk berdialog dengan dirinya sendiri bukan soal angka timbangan, tapi tentang hidup yang lebih sehat dan lebih sadar.

“Aku tahu aku tidak hidup sehat, dan tubuhku mulai merasakan akibatnya,” kenangnya, seperti dikutip dari South China Morning Post, Jumat (1/8/2025). Dari situlah ia mulai bergerak secara harfiah dan emosional.

Alih-alih terjebak pada pola diet ekstrem, Thomas memilih jalan yang lebih ramah untuk dirinya sendiri. Ia mulai rutin berjalan kaki, terutama untuk jarak di bawah 5 kilometer.

Thomas Derksen Jadikan Gym Rumah Kedua

Gym menjadi rumah keduanya, tempat ia menjalani latihan kekuatan tiga kali seminggu dan kardio dua kali. Makan tetap tiga hingga empat kali sehari, tapi dengan porsi lebih kecil dan komitmen: 80 persen makanan harus sehat, 20 persen boleh untuk menikmati apa yang ia suka.

“Aku tak pernah melarang diriku makan ini atau itu. Tapi aku belajar mengatur bukan mengekang. Itu membuatku merasa punya kendali, bukan terjebak,” katanya.

Thomas juga tidak tergoda dengan tren penggunaan obat penekan nafsu makan seperti GLP-1. Menurutnya, permasalahan utamanya bukan soal rasa lapar, melainkan cara ia menjadikan makanan sebagai pelarian dari stres dan kebosanan.

Memasak Sendiri dengan Bahan Sederhana

Untuk itu, ia memilih memasak sendiri, menggunakan bahan-bahan sederhana yang tak hanya menyehatkan, tapi juga memberi rasa keterlibatan dengan apa yang ia konsumsi.

Kini, dengan berat badan stabil di angka 83 kilogram, Thomas Derksen bukan hanya merasa lebih sehat, ia juga menemukan bahwa perubahan besar bukanlah soal larangan, melainkan soal pilihan yang dilakukan secara konsisten.

Dari seorang anak yang sering diejek karena tubuhnya, ia tumbuh menjadi pria yang berdamai dengan dirinya sendiri tanpa obat, tanpa siksaan, hanya dengan kemauan dan langkah kecil yang terus ia jaga setiap hari.

BACA JUGA: PPATK Akan Blokir Rekening Dormant, Apa Itu dan Bagaimana Dampaknya?

Kemenangan Sejati Thomas Derksen: Bukan Kurus, Tapi Pulih

Perjalanan Thomas Derksen bukan sekadar tentang kehilangan 57 kilogram berat badan melainkan tentang menemukan kembali kendali atas hidupnya. Ia menunjukkan bahwa perubahan tak harus datang dari larangan ekstrem atau intervensi medis, tapi dari komitmen kecil yang dijalani dengan konsisten.

Lebih dari sekadar tubuh yang ringan, Thomas kini hidup dengan lebih sadar, lebih terhubung dengan dirinya, dan lebih menghargai keseimbangan. Ia tidak hanya meninggalkan angka 140 kg, tapi juga meninggalkan luka masa kecil, tekanan sosial, dan pola pikir destruktif soal tubuh.

Perjalanan ini menjadi bukti bahwa keberhasilan sejati tidak selalu bersifat instan. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh godaan solusi instan, kisah Thomas adalah pengingat bahwa tubuh sehat dimulai dari jiwa yang berdamai dan langkah kecil yang tak pernah berhenti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *