NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Gelombang Musisi Indonesia Bebaskan Lagu dari Royalti, Siapa Saja?

Gelombang Musisi Indonesia Bebaskan Lagu dari Royalti, Siapa Saja?

Gelombang Musisi Indonesia

NarayaPost – Fenomena gelombang musisi Indonesia yang membuka akses karya mereka tanpa pungutan royalti kian meluas. Dari kafe hingga panggung hiburan, sejumlah nama besar di industri musik sepakat membiarkan lagunya dinyanyikan bebas, demi memberi ruang lebih luas bagi penikmat musik dan pelaku seni.

Penyanyi sekaligus dokter, Tompi menjadi musisi terbaru yang bergabung dalam gerakan ini. Lewat unggahan Instagram @dr_tompi pada Rabu (13/8/2025), ia mengumumkan pengunduran diri dari keanggotaan Lembaga Manajemen Kolektif Wahana Musik Indonesia (WAMI) sekaligus membebaskan lagunya untuk dinyanyikan di ruang publik tanpa penarikan royalti.

Tompi mengungkap, keputusan tersebut tak lepas dari pengalamannya berdiskusi dengan mendiang Glenn Fredly mengenai sistem pemungutan dan pembagian royalti oleh LMK. Namun, ia mengaku tak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. “Mainkan. Saya tidak akan mengutip apa pun sampai pengumuman selanjutnya,” tulisnya, menegaskan sikapnya.

BACA JUGA: Ribuan Beasiswa LPDP Tahun Depan hingga KIP Kuliah untuk 1,2 Juta Mahasiswa

Gelombang Musisi Indonesia yang Bebaskan Royalti

Sebelum Tompi, sejumlah musisi telah lebih dulu mengambil langkah serupa. Ahmad Dhani, misalnya, memberi izin gratis memutar lagu-lagu Dewa 19 di kafe, meski tetap melarang penggunaannya di konser profesional tanpa izin komposer.

Lalu, ada Charly Van Houtten yang membebaskan seluruh karyanya dinyanyikan di panggung maupun tongkrongan, mengingatkan bahwa musik seharusnya tidak memicu pertengkaran soal royalti. Kemudian, vokalis Juicy Luicy, Uan Kaisar, pun mengizinkan lagunya diputar bebas di kafe.

Sementara, Thomas Ramadhan (GIGI) membebaskan royalti bagi penyanyi kafe dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta per manggung. Bahkan, legenda dangdut Rhoma Irama memberi lampu hijau bagi siapa pun di seluruh dunia untuk membawakan lagu-lagu ciptaannya tanpa pungutan.

Gelombang keputusan ini menandai pergeseran sikap sebagian musisi Indonesia terhadap sistem royalti, sekaligus membuka ruang diskusi baru tentang hubungan antara pencipta lagu, pelaku seni, dan publik. Di tengah pro-kontra, langkah mereka menjadi sinyal bahwa musik bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal berbagi dan merayakan.

Anggota DPR Tanggapi Polemik Royalti Musik

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum untuk membentuk formasi baru di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum Nomor M.HH-6.KI.01.04 Tahun 2025 yang ditandatangani Supratman Andi Agtas pada 8 Agustus 2025, LMKN dibagi menjadi dua sub lembaga LMKN Pencipta dan LMKN Pemilik Hak Terkait yang bertugas mengatur pengelolaan royalti di layanan publik komersial. Tugas mereka mencakup penyusunan SOP, penetapan sistem perhitungan pembayaran, hingga mediasi jika terjadi sengketa distribusi royalti.

Dasco optimistis struktur baru ini mampu meredam kegaduhan. Ia menyebut, peraturan menteri baru akan segera dibuat untuk memastikan penarikan royalti tidak memberatkan pelaku usaha seperti rumah makan, restoran, maupun tempat hiburan.

Selain itu, isu royalti ini juga akan dibahas lebih dalam revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang masuk program legislasi nasional prioritas 2025. “Sambil menunggu revisi UU Hak Cipta rampung di DPR, regulasi sementara akan disiapkan agar penarikan royalti berjalan adil dan proporsional,” ujarnya.

BACA JUGA: Cinta Segitiga Puan Maharani Saat Pidato MPR-DPR, Apa Artinya?

Musisi Bebaskan Royalti, DPR Siapkan Regulasi Baru untuk Jaga Keseimbangan

Fenomena musisi yang membebaskan karyanya dari pungutan royalti telah mengubah lanskap hubungan antara pencipta lagu, pelaku seni, dan penikmat musik. Langkah ini disambut hangat oleh sebagian publik dan pelaku usaha, yang merasa lebih leluasa memutar musik tanpa terbebani biaya tambahan.

DPR bersama Kementerian Hukum berupaya mencari jalan tengah melalui pembentukan struktur baru di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Struktur ini diharapkan mampu merumuskan tata kelola royalti yang adil, transparan, dan tidak memberatkan pihak mana pun.

Perubahan ini menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali tujuan utama royalti: melindungi hak cipta sekaligus memastikan karya musik dapat dinikmati luas oleh masyarakat. Apakah tren pembebasan royalti akan menjadi langkah permanen atau hanya gelombang sesaat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *