KPAI Nilai Unjuk Rasa Mengerahkan Anak Bentuk Eksploitasi

NarayaPost – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti maraknya mobilisasi serta pengerahan anak dalam kerusuhan di Jakarta. KPAI menegaskan, keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa semacam itu merupakan bentuk eksploitasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang sebenarnya telah menjamin hak anak untuk memiliki serta menyampaikan pendapat, juga hak untuk didengar suaranya. Selain itu, menurutnya, anak-anak juga berhak untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pandangan.
“Selain itu, UU 35/2014 juga melindungi hak anak untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan perkembangan usia dan mentalnya. Juga hak untuk bebas dari eksploitasi politik,” ujar Sylvana kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).
BACA JUGA: Bahaya Cs-137 di Udang Beku Asal RI: Fakta dan Penjelasan
KPAI Melihat Masih Ada Mobilisasi Anak
Namun, Sylvana menegaskan bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Masih terjadi mobilisasi anak dalam unjuk rasa, bahkan tanpa adanya edukasi serta penyadaran kritis. Bahkan, anak-anak seperti dijadikan alat dalam aksi unjuk rasa.
“Tapi faktanya, masih terjadi mobilisasi anak untuk aksi-aksi unjuk rasa tanpa edukasi dan penyadaran kritis yang bertanggung jawab. Murni pengerahan yang lebih tepat disebut sebagai eksploitasi. Bahkan menurut temuan polisi, anak-anak dipersenjatai petasan dan bom molotov dalam aksi anarkis dan tindak kriminal kerusuhan,” jelasnya.
Ia juga menyayangkan keterlibatan anak-anak dalam aksi penjarahan. “Yang sangat disesalkan juga, anak-anak bahkan ikut menjarah, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di beberapa wilayah lainnya, di Surabaya, Kediri, Pekalongan, Tegal,” tambahnya.
KPAI Minta Aparat Tindak Profesional
Atas kondisi ini, KPAI meminta aparat kepolisian bertindak profesional, persuasif, dan humanis dalam menangani anak-anak. Sylvana mengingatkan agar polisi mematuhi UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. “Terutama, harus dipastikan anak-anak tidak alami kekerasan verbal dan fisik saat diperiksa, tidak lebih dari 24 jam, dan tempat pemeriksaan harus dipisahkan dari orang dewasa,” tegasnya.
Lebih lanjut, KPAI juga mendorong aparat segera mengusut pihak yang memprovokasi serta memobilisasi anak-anak untuk terlibat dalam kerusuhan. “Kami juga berharap polisi segera menemukan pihak yang memprovokasi anak-anak dan menegakkan hukum secara transparan adil dan tuntas, agar tidak terulang kembali mobilisasi anak untuk ikut kerusuhan,” ucapnya.
Selain aparat, ia menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam mencegah anak terjerumus pada kegiatan berisiko, berbahaya, hingga kriminal. Terakhir, Sylvana memberi apresiasi kepada orang tua yang mengembalikan barang hasil jarahan anaknya dengan alasan “bukan hak kita”. Menurutnya, sikap ini menunjukkan teladan berharga sekaligus mengajarkan nilai-nilai luhur pada anak.
BACA JUGA: Bawang Putih Bisa Turunkan Gula Darah-Kolesterol, Benarkah?
Penutup
Fenomena mobilisasi anak dalam kerusuhan menjadi alarm serius bagi semua pihak. KPAI menekankan bahwa keterlibatan anak bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut masa depan generasi muda yang seharusnya dilindungi.
Aparat kepolisian diharapkan mampu bertindak profesional, persuasif, dan mengedepankan pendekatan humanis agar anak-anak tidak menjadi korban kekerasan maupun kriminalisasi. Lebih jauh, tanggung jawab besar juga berada di tangan orang tua, sekolah, dan masyarakat untuk memberikan pengawasan, edukasi, serta teladan nyata agar anak tidak terjerumus dalam tindakan berbahaya.
Langkah bijak orang tua yang mengembalikan barang hasil jarahan menjadi contoh bagaimana nilai-nilai luhur bisa ditanamkan di tengah situasi sulit. Ke depan, sinergi semua pihak dibutuhkan untuk mencegah eksploitasi anak dalam konflik sosial maupun politik.