Penganiayaan oleh Oknum TNI di Serang: Fakta Terkini

NarayaPost– Seorang warga sipil bernama Fahrul Abdillah alias Faung, 29 tahun, tewas mengenaskan setelah menjadi korban penganiayaan oleh dua oknum TNI dan dua warga sipil lainnya di Serang, Banten. Kejadian ini memicu kemarahan publik dan menyorot pentingnya akuntabilitas aparat militer dalam kehidupan sipil.
Kronologi Kejadian Berdarah di Serang
Insiden bermula pada dini hari 15 April 2025 sekitar pukul 02.00 WIB, di Jalan Ahmad Yani, Kota Serang. Fahrul, yang saat itu berada di sekitar lokasi, berusaha melerai pertikaian antara dua kelompok penumpang mobil. Namun upayanya justru menjadi awal dari nasib tragis: ia dianiaya oleh empat orang, termasuk dua anggota TNI aktif, Pratu MI dan Pratu FS.
Serangan itu terjadi tidak hanya di satu titik. Pada pukul 05.00 WIB hari yang sama, penjaga kos di Cipocok Jaya juga menjadi korban kekerasan dari kelompok yang sama. Senjata yang digunakan termasuk botol kaca dan benda tumpul lainnya.
Luka Parah dan Meninggalnya Korban
Fahrul mengalami luka parah, terutama di bagian kepala dan tubuh. Ia sempat dirawat di RS Sari Asih Serang, namun biaya perawatan yang tinggi memaksa keluarga memindahkannya ke RSUD Banten. Sayangnya, nyawanya tak tertolong. Ia menghembuskan napas terakhir pada 18 April 2025, dan dimakamkan di Sajira, Kabupaten Lebak.
Proses Hukum: TNI dan Polisi Bergerak
Setelah insiden tersebut, dua oknum TNI langsung diamankan dan ditahan oleh Denpom III/4 Siliwangi. Mereka resmi ditetapkan sebagai tersangka. Pratu MI dilaporkan secara resmi pada 17 April 2025, dan penyidikan kini tengah melibatkan delapan saksi kunci.
Sementara dua warga sipil pelaku lainnya, MS dan JH, diproses oleh Satreskrim Polresta Serang Kota. Polisi menyebut motif awal dari pengeroyokan ini adalah kesalahpahaman yang diperburuk oleh konsumsi alkohol.
Komandan Korem 064/Maulana Yusuf, Brigjen TNI Andrian Susanto, membenarkan adanya keterlibatan dua prajurit aktif dalam insiden tersebut. Ia menyebutkan bahwa pengaruh alkohol menjadi faktor utama yang memperparah emosi para pelaku.
Pihak TNI berjanji menegakkan proses hukum secara transparan. Namun, masyarakat sipil terus menuntut keadilan dan perlindungan dari kekerasan, apalagi yang dilakukan oleh aparat bersenjata
Kesimpulan dan Tuntutan Publik
Kasus penganiayaan oleh oknum TNI ini tidak hanya menimbulkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menantang integritas institusi militer. Kejadian ini menjadi cermin penting akan perlunya penegakan disiplin dan pembatasan ruang gerak militer dalam kehidupan sipil.
Pengawasan internal, deteksi dini perilaku menyimpang, serta reformasi menyeluruh di tubuh militer menjadi tuntutan utama masyarakat sipil agar kejadian serupa tidak terulang.