Pemerintah Diminta Buka Akses Kerja Luar Negeri

NarayaPost – Masalah keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri kembali menjadi sorotan. Para pengusaha menilai pemerintah perlu mengambil langkah strategis dengan membuka akses yang lebih luas bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja di luar negeri. Dorongan ini mencuat sebagai bagian dari solusi atas meningkatnya jumlah pencari kerja di tanah air yang tidak seimbang dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia.
Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Business Council (IBC), Sofyan Djalil, menegaskan bahwa tenaga kerja Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain dalam memanfaatkan peluang kerja global. Padahal, permintaan tenaga kerja dari luar negeri, khususnya di sektor formal, diperkirakan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
BACA JUGA : Gerbong Khusus Merokok di KAI, Solusi atau Ancaman?
Data Kesempatan Kerja yang Terbuka
Menurut catatan IBC, Jepang diperkirakan membutuhkan sekitar 820 ribu pekerja migran hingga 2029. Namun, kontribusi pekerja Indonesia masih sangat kecil, hanya sekitar 12 persen, jauh tertinggal dari Vietnam yang sudah menembus 59 persen. Kondisi ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem pengiriman tenaga kerja Indonesia.
“Harus ada kerja sama yang lebih erat antara pemerintah dan pihak swasta agar hambatan yang selama ini ada bisa segera diatasi. Ekosistem pekerja migran itu luas, mulai dari tahap perekrutan di daerah, proses penempatan, hingga masa setelah penempatan. Semua harus diperbaiki agar TKI kita bisa bersaing,” ujar Sofyan dalam konferensi pers Kick-Off Indonesia Economic Summit (IES) 2026 di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Regulasi Perlu Diperbaiki
Sofyan menyoroti bahwa banyak regulasi terkait pekerja migran yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Misalnya, aturan yang rumit dan birokrasi berbelit justru menghambat mobilitas tenaga kerja. Padahal, negara lain telah lebih dulu melakukan penyederhanaan sistem dan memperkuat pelatihan tenaga kerja.
“Kita harus membuat aturan yang fit for purpose. Artinya, regulasi itu benar-benar sesuai dengan tujuan awal, yaitu mempermudah akses kerja ke luar negeri, bukan malah menambah kendala,” tambahnya.
IBC melalui program IBC In Action juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat serta Kementerian Perlindungan Tenaga Migran untuk merumuskan solusi yang lebih konkret.
Bonus Demografi: Peluang dan Tantangan
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas IBC, Arsjad Rasjid, menilai Indonesia perlu memanfaatkan momentum bonus demografi yang saat ini tengah berlangsung. Dengan jumlah penduduk usia produktif yang melimpah, kebutuhan akan lapangan kerja semakin mendesak. Jika tidak diantisipasi, kelebihan tenaga kerja justru bisa menimbulkan masalah sosial baru.
“Generasi muda kita saat ini sangat besar jumlahnya. Namun, yang menjadi masalah adalah adanya mismatch antara ketersediaan lapangan kerja dengan keterampilan yang dimiliki. Maka, salah satu solusinya adalah membuka lebih banyak akses kerja luar negeri,” jelas Arsjad.
Menurutnya, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi syarat utama agar pekerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Faktor keterampilan (skills) dan penguasaan bahasa asing dinilai sebagai penentu utama.
Pentingnya Peningkatan Keterampilan
Pengalaman Vietnam bisa menjadi pelajaran penting. Negara itu mampu mendominasi pasar tenaga kerja luar negeri karena konsisten membangun sistem pelatihan berbasis keterampilan praktis. Hal ini membuat tenaga kerja Vietnam dianggap lebih siap secara kompetensi dibandingkan pekerja dari Indonesia.
Pemerintah Indonesia dinilai perlu meniru pola tersebut, misalnya dengan memperluas Balai Latihan Kerja (BLK), meningkatkan akses pendidikan vokasi, hingga memperkuat kurikulum pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja global.
“Kalau SDM kita punya keterampilan yang sesuai kebutuhan pasar, peluang untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri akan semakin besar. Pada akhirnya, remitan atau devisa dari para pekerja migran itu juga kembali untuk menggerakkan ekonomi nasional,” tambah Sofyan.
Kontribusi Ekonomi Pekerja Migran
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa remitansi pekerja migran Indonesia menyumbang miliaran dolar setiap tahunnya. Tahun 2024 misalnya, remitansi TKI mencapai lebih dari US$ 11 miliar, setara dengan lebih dari Rp 170 triliun. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya pekerja migran sebagai penopang ekonomi nasional.
Selain itu, remitansi terbukti menjadi penyokong perekonomian keluarga di daerah, terutama di wilayah dengan keterbatasan lapangan kerja. Uang yang dikirim pekerja migran digunakan untuk pendidikan anak, membangun rumah, hingga membuka usaha baru di desa asal mereka.
Peran Pemerintah Daerah
Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga diminta aktif dalam mencetak calon pekerja migran yang berkualitas. Daerah asal pekerja migran perlu menjadi pintu awal pembekalan keterampilan dan literasi keuangan, sehingga para calon tenaga kerja lebih siap sebelum berangkat.
Program kerja sama antara daerah dengan dunia usaha juga dianggap perlu. Misalnya, pelatihan keterampilan berbasis industri yang disesuaikan dengan kebutuhan negara tujuan. Dengan begitu, pekerja migran Indonesia tidak hanya menjadi buruh kasar, tetapi juga bisa menempati posisi yang lebih strategis.
Dorongan Sinergi Swasta dan Pemerintah
IBC menilai bahwa dunia usaha harus dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kebijakan pekerja migran. Model kemitraan public-private partnership (PPP) bisa menjadi opsi agar pelatihan, sertifikasi, hingga penempatan tenaga kerja lebih efektif.
“Best practice yang sudah dilakukan sektor swasta bisa diadopsi dalam kebijakan pemerintah. Kalau ini berjalan, angka pekerja migran Indonesia akan meningkat signifikan,” tegas Sofyan.
BACA JUGA : Istana Respon Tudingan Minyak Babi Ompreng pada Makanan MBG
Kesimpulan
Dorongan untuk membuka akses kerja luar negeri tidak hanya bertujuan mengurangi beban pencari kerja di dalam negeri, tetapi juga memberikan peluang besar bagi generasi muda Indonesia untuk berkompetisi di kancah global. Dengan dukungan regulasi yang tepat, peningkatan keterampilan, serta sinergi pemerintah dan swasta, pekerja Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi baru melalui remitansi dan penguasaan pasar kerja internasional.
Indonesia sedang dihadapkan pada tantangan besar, tetapi sekaligus memiliki peluang emas dari bonus demografi. Kini, saatnya pemerintah memastikan bahwa momentum ini tidak terbuang percuma, dengan cara menyiapkan generasi muda yang siap bersaing dan membuka akses kerja seluas-luasnya ke luar negeri.