Alasan PPATK Blokir Rekening Dormant, Kenapa?

NarayaPost – Publik dibuat heboh oleh kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang akan memblokir rekening dormant yakni rekening bank yang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu, bahkan hanya tiga bulan. Apa alasan di balik kebijakan ini?
Menurut PPATK, langkah tegas ini diambil karena banyak rekening dormant disalahgunakan untuk kejahatan, mulai dari praktik jual beli rekening hingga pencucian uang.
“PPATK menemukan banyak rekening dormant yang disalahgunakan, seperti hasil jual beli rekening atau digunakan untuk tindak pidana pencucian uang,” tulis akun Instagram resmi PPATK, dikutip Selasa (29/7/2025).
Rekening dormant sendiri dinyatakan tidak aktif apabila tidak ada aktivitas transaksi dalam rentang waktu 3 hingga 12 bulan. Namun, kebijakan ini juga bergantung pada kebijakan masing-masing bank.
PPATK Sebut Dana Nasabah Tetap Aman
Kendati rekening diblokir, PPATK memastikan bahwa uang nasabah tetap aman dan tidak akan hilang. “Nasabah tidak akan kehilangan haknya sedikit pun atas dana yang dimiliki di perbankan,” tegas lembaga tersebut.
Nasabah yang tidak setuju atas pemblokiran dapat mengajukan keberatan melalui formulir khusus, dan selanjutnya akan menjalani proses pendalaman oleh PPATK dan pihak bank. Proses ini diperkirakan memakan waktu lima hari kerja dan bisa diperpanjang hingga 20 hari, tergantung kelengkapan dan validitas data yang diberikan.
Selain sebagai upaya pencegahan kejahatan, pemblokiran juga berfungsi sebagai notifikasi bagi pemilik rekening, ahli waris, atau perusahaan, bahwa rekening tersebut masih tercatat aktif meski lama tak digunakan.
Kritik dari Senayan: PPATK Dinilai Melewati Batas
Langkah PPATK ini langsung mendapat sorotan dari parlemen. Sejumlah anggota Komisi III DPR RI menilai kebijakan tersebut rawan menimbulkan kegaduhan dan harus segera dikaji ulang.
Hinca Panjaitan mempertanyakan legalitas dan dasar dari kebijakan ini. “Ini pasti isu yang sangat sensitif dan menarik publik, pasti akan bereaksi gitu. Saya akan, setelah reses ini masuk, pasti ada raker (rapat kerja) dengan PPATK, kita akan menanyakan kebijakan ini,” ujarnya dari kompleks parlemen, Senin (28/7/2025).
Lebih lanjut, ia menuntut transparansi: “Apa goal-nya? Mengapa? Latar belakangnya apa? Sehingga publik mendapatkan informasi yang cukuplah. Apa sih dasarnya dan seterusnya?”
Senada dengan Hinca, Rudianto Lallo juga mengkritik tajam langkah tersebut. “Kami sarankan jangan buat kebijakan gaduh, yang bikin gaduh, yang memunculkan polemik baru ya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan sebaiknya diarahkan pada transaksi mencurigakan yang benar-benar terindikasi kejahatan. “Apakah itu tindak pidana pencucian uang, judi online, atau hasil narkoba dan lain-lain,” tegasnya.
Nasir Djamil: Jangan Buat Kebijakan Sensasional
Anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil, menyayangkan langkah PPATK yang dinilai berpotensi mengganggu hak masyarakat atas harta pribadinya. “Jadi justru negara harus melindungi harta orang itu. Jadi kecuali harta itu ada kaitannya dengan kejahatan,” katanya saat dihubungi.
Ia menyebut, banyak masyarakat menyimpan dana dalam jangka panjang untuk tujuan penting di masa depan. “Ya mungkin dia ingin menyimpan untuk persiapan yang akan datang; persiapan anaknya pesta, atau dia mau bagi politisi untuk 2029 yang akan datang. Jadi jangan buat sensasi lah ya,” sindir Nasir.
Dengan mencuatnya kontroversi ini, tekanan terhadap PPATK pun semakin tinggi. Publik dan parlemen menunggu penjelasan lebih lanjut agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang yang menimbulkan keresahan.
BACA JUGA: Pemprov DKI Jakarta Akan Cabut Bansos Jika Bermain Judol
Penjelasan Diperlukan, Bukan Sekadar Kebijakan Sepihak
Munculnya kebijakan pemblokiran rekening dormant oleh PPATK menuai reaksi beragam, terutama karena menyangkut privasi dan hak kepemilikan warga atas harta mereka. Meski tujuan awalnya untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, banyak pihak menilai kebijakan ini terlalu luas dan rentan disalahartikan. Terlebih, tidak semua rekening tidak aktif digunakan untuk tujuan kriminal.
Desakan dari DPR menjadi sinyal bahwa PPATK harus segera membuka ruang dialog, menyampaikan dasar hukum, serta mekanisme yang jelas dan transparan dalam kebijakan ini. Warga berhak tahu apakah dan bagaimana rekening mereka bisa dibekukan tanpa aktivitas kejahatan. Kejelasan tersebut penting agar tidak menciptakan kekhawatiran berlebihan di masyarakat.
Jika tidak dikelola secara hati-hati, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang memicu kepanikan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan. Alih-alih membuat gaduh, PPATK diharapkan lebih selektif dan berbasis bukti dalam memutuskan pemblokiran, serta mengutamakan langkah yang memperkuat integritas sistem keuangan tanpa merugikan rakyat kecil.