NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Bocah di Tangsel Tewas Usai Dihabisi Orang Tua Berkali-kali

Bocah di Tangsel Tewas Usai Dihabisi Orang Tua Berkali-kali

NarayaPost – Seorang bocah laki-laki berusia 4 tahun di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, meregang nyawa setelah menjadi korban penganiayaan berulang yang dilakukan oleh ayah kandungnya, AAY (26), dan ibunya, FT (25). Peristiwa tragis ini terungkap setelah pihak kepolisian mengumpulkan keterangan dan barang bukti dari serangkaian kejadian yang dialami korban selama lebih dari sebulan terakhir.

Tindakan kekerasan tersebut dipicu oleh alasan-alasan sepele, seperti korban dianggap berkata kasar, bersikap rewel, atau tidak menuruti perintah orang tuanya. Setiap perilaku yang dianggap salah kerap dibalas dengan tendangan, pukulan, jeweran, bahkan dibanting, tanpa memikirkan dampak fisik maupun psikologis sang anak.

Rentetan kekerasan itu akhirnya memuncak ketika korban mengalami serangan terakhir yang menyebabkan luka serius dan muntah darah, sebelum akhirnya meninggal dunia di rumah sakit. Kasus ini kini dalam penanganan Polres Tangerang Selatan, sementara kedua orang tua korban telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman berat sesuai undang-undang perlindungan anak dan kekerasan dalam rumah tangga.

BACA JUGA: ASEAN Terus Perkuat Sektor Wisata, Maksimalkan Dua Aspek!

Kronologi Kasus Penganiayaan Bocah 

Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan, AKP Wira Graha Setiawan, memaparkan bahwa rangkaian kekerasan yang menimpa bocah tersebut bermula pada 13 Juni 2025. Saat itu, korban disebut mengucapkan perkataan yang dianggap menyinggung perasaan pelaku. Merasa tersulut emosi, AAY bereaksi dengan menendang paha kanan dan perut sebelah kanan korban tanpa mempertimbangkan kondisi fisik sang anak.

Aksi kekerasan itu menjadi awal dari serangkaian perlakuan kasar yang terus berulang di hari-hari berikutnya. Peristiwa pertama ini menunjukkan pola pengendalian emosi yang buruk dari pelaku, di mana masalah kecil yang seharusnya dapat diselesaikan dengan komunikasi justru dibalas dengan tindakan fisik yang membahayakan.

Menurut penyidik, insiden 13 Juni tersebut bukan hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga menjadi titik awal trauma bagi korban. Sayangnya, bukannya berhenti, perilaku kasar pelaku justru meningkat intensitas dan kekerasannya hingga akhirnya berujung pada kematian sang bocah.

Insiden kedua terjadi pada 23 Juni, saat AAY mendorong korban hingga membentur boks plastik dan menendang pundaknya. Kekerasan berlanjut pada 28 Juni, ketika AAY memukul dada korban, lalu pada 19 Juli memukul punggungnya setelah kesal karena korban tidak bisa diam saat dikerok. 

Pada 24 Juli, korban dijewer dan dimasukkan ke kamar mandi karena buang air besar di celana. Puncaknya terjadi pada 25 Juli. Saat itu, AAY menendang pinggul korban dua kali, membantingnya ke kardus bekas kulkas, hingga korban muntah berulang kali dan mengeluarkan darah. 

AAY juga memukul korban dengan sapu injuk, sementara FT ikut menjambak rambut korban dan menyeretnya ke kamar mandi. Malam harinya, korban terlihat lemas dan dibawa ke klinik, lalu dirujuk ke rumah sakit. Namun, setibanya di rumah sakit, korban dinyatakan meninggal dunia.

Polisi Jerat Pelaku dengan Pasal Berlapis 

Atas perbuatannya, AAY dijerat Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak dan/atau Pasal 44 Ayat (3) UU PKDRT, dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara hingga 20 tahun.

BACA JUGA: Bupati Koltim Ditangkap KPK, Sejumlah Barang Bukti Diamankan

Penutup: Tragedi Pilu Bocah Jadi Pengingat Pahit

Tragedi yang menimpa bocah 4 tahun di Ciputat Timur ini menjadi pengingat pahit bahwa kekerasan dalam rumah tangga, terlebih terhadap anak, masih menjadi persoalan serius di tengah masyarakat. 

Anak yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang justru menjadi korban kemarahan dan kekerasan orang tuanya sendiri. Luka yang diderita bukan hanya fisik, tetapi juga mencabut haknya untuk hidup dan merasakan masa kanak-kanak yang layak.

Kasus ini menegaskan pentingnya peran semua pihak dalam mencegah dan melaporkan kekerasan terhadap anak sedini mungkin. Tetangga, keluarga, hingga lingkungan sekitar memiliki andil untuk peka terhadap tanda-tanda kekerasan yang mungkin dialami seorang anak. Satu langkah berani untuk melapor bisa menjadi penyelamat nyawa, sebelum semuanya terlambat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *