NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » “Dualisme BEM UI: ‘Kuning’ vs ‘Ungu’, Konstitusionalitas Dipertanyakan”

“Dualisme BEM UI: ‘Kuning’ vs ‘Ungu’, Konstitusionalitas Dipertanyakan”

dualisme BEM UI antara BEM Kuning dan BEM Ungu memanas

Universitas Indonesia kembali menjadi sorotan publik setelah muncul fenomena dualisme BEM UI yang memecah kepengurusan mahasiswa menjadi dua kubu: BEM Kuning dan BEM Ungu. Polemik ini semakin ramai diperbincangkan setelah Ketua BEM Ungu, Agus Setiawan, hadir dalam audiensi dengan pimpinan DPR RI pada Rabu (3/9). Kehadirannya menuai kritik karena dinilai tidak sah mewakili pergerakan mahasiswa UI.

BACA JUGA : WHO Segerakan Deklarasi Bencana Pangan di Gaza, Kondisinya Makin Parah

Awal Mula Konflik

Akar dari polemik ini berawal dari Pemilihan Raya (Pemira) UI 2024. Dalam pemilihan tersebut, pasangan Agus Setiawan–Bintang Maranatha Utama unggul signifikan. Namun, muncul dugaan kecurangan berupa lonjakan suara mendadak sebanyak 2.473 suara dari akun mencurigakan. Mahkamah Mahasiswa UI kemudian menangguhkan hasil Pemira dan memerintahkan proses hukum internal berjalan.

Ketegangan makin memuncak ketika rektorat UI melalui Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) menerbitkan Nota Dinas dan SK Rektor yang secara resmi mengangkat pasangan Agus–Bintang sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2025. Langkah ini dianggap sebagai bentuk intervensi eksternal terhadap kedaulatan mahasiswa.

BEM Kuning vs BEM Ungu

BEM Kuning, yang mengklaim diri sebagai representasi sah berdasarkan konstitusi Ikatan Keluarga Mahasiswa UI (IKM UI), menolak keras keberadaan BEM Ungu. Mereka menyebut struktur yang dibentuk rektorat sebagai inkonstitusional. Dalam pernyataannya, BEM Kuning menegaskan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan mahasiswa melalui Kongres Mahasiswa UI, bukan di tangan rektor.

Sebaliknya, BEM Ungu mengklaim legitimasi melalui pengesahan administratif kampus. Dengan dukungan SK Rektor, mereka mendapatkan akses fasilitas, pendanaan, dan panggung resmi dalam kegiatan kampus. Argumen mereka, semua berjalan sesuai statuta UI yang berlaku.

Dampak ke Mahasiswa Baru

Dualisme ini berdampak langsung pada kegiatan pengenalan mahasiswa baru. Dalam agenda Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), BEM Ungu tampil sebagai perwakilan resmi. Hal ini menimbulkan kebingungan karena sebagian mahasiswa baru mengetahui bahwa ada kubu lain yang menolak legalitas mereka. Sebagian menganggap situasi ini merusak citra demokrasi di UI.

Audiensi di DPR dan Kontroversi Baru

Kehadiran Agus Setiawan di DPR menjadi pemicu polemik berikutnya. Bagi sebagian mahasiswa, langkah tersebut mencederai perjuangan kolektif karena dianggap mengatasnamakan seluruh mahasiswa UI tanpa konsensus. Beberapa elemen kampus bahkan menyebut Agus sebagai representasi yang tidak sah, sementara BEM Fakultas Hukum UI mengecam keras tindakannya.

Dalam pernyataannya, Agus menekankan pentingnya persatuan mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi. Namun, narasi tersebut tidak diterima dengan baik oleh kubu Kuning yang menilai langkah itu sebagai bentuk manipulasi legitimasi.

Upaya Rekonsiliasi yang Mandek

Sempat muncul wacana penggabungan dua kubu demi menghindari fragmentasi. Namun, perundingan tidak menghasilkan kesepakatan. BEM Kuning menilai setiap rekonsiliasi harus mengacu pada UUD IKM UI dan menunggu hasil sidang Mahkamah Mahasiswa. Sementara BEM Ungu tetap melaksanakan program kerja dengan dasar legalitas administratif.

Konstitusionalitas Jadi Sorotan

Isu mendasar dari konflik ini adalah pertarungan antara konstitusionalitas dan legalitas administratif. BEM Kuning berpegang pada UUD IKM UI sebagai dasar hukum mahasiswa, sementara BEM Ungu mengandalkan SK Rektor. Pertarungan ini tidak hanya soal siapa yang sah memimpin, melainkan juga menyangkut masa depan demokrasi mahasiswa di UI.

Pengamat kampus menilai dualisme ini berpotensi mengikis semangat demokrasi mahasiswa yang telah dibangun bertahun-tahun. Intervensi eksternal dinilai berbahaya karena bisa mengurangi kemandirian mahasiswa dalam berorganisasi.

BACA JUGA : Kompol Kosmas yang Lindas Ojol Disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat!

Penutup

Fenomena dualisme BEM UI masih jauh dari kata selesai. Di satu sisi, mahasiswa menuntut kedaulatan yang murni dari intervensi eksternal. Di sisi lain, pihak rektorat menganggap langkah administratif yang diambil sudah sesuai prosedur. Pertanyaan besarnya adalah: apakah UI mampu menemukan jalan tengah yang menjaga marwah demokrasi mahasiswa, atau justru konflik ini akan meninggalkan luka panjang dalam sejarah organisasi kampus?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *