NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Gerbong Khusus Merokok di KAI, Solusi atau Ancaman?

Gerbong Khusus Merokok di KAI, Solusi atau Ancaman?

Gerbong Khusus Merokok

NarayaPost – Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, mengajukan usulan agar layanan kereta api menambahkan gerbong khusus untuk merokok. Usulan ini disampaikan Nasim pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT KAI, Robby Rasyidin, pada Rabu (20/8/2025). Menurut Nasim, usulan tersebut mencerminkan aspirasi masyarakat.

“Nah, paling tidak, Pak, ini ada masukan juga, gerbong yang selama ini, dulu ada, tapi setelah itu dihilangkan adalah sisakan satu gerbong untuk kafe, ya, kan, untuk ngopi, paling tidak di situ untuk smoking area, Pak,” ungkap Nasim.

Nasim berpendapat bahwa adanya gerbong khusus itu dapat menjadi solusi bagi penumpang yang merasa bosan selama perjalanan yang dapat berlangsung berjam-jam. Ia membandingkan situasi di kereta api dengan bus yang menurutnya menyediakan area untuk merokok selama perjalanan panjang.

BACA JUGA: Istana Respon Tudingan Minyak Babi Ompreng pada Makanan MBG

Gerbong Khusus Merokok Imbas Perjalanan Jauh

“Karena 8 jam perjalanan jauh, Pak. Di bus saja, Pak, 12 hampir 8 jam, 10 jam, itu ada smoking area di bus. Masa kereta sepanjang itu, satu gerbong, Pak, saya yakin bisa itu Pak ya,” tambahnya.

Padahal, larangan merokok di dalam sarana angkutan umum, termasuk kereta api, sudah diatur dalam Surat Edaran Nomor SE 29 Tahun 2014. Aturan ini berlaku bagi seluruh operator angkutan penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, angkutan laut, penyeberangan, dan udara.

Ada Potensi Konflik Sosial Jika Penambahan Gerbong Direalisasikan

Menurut teori Maslow tentang hierarki kebutuhan, kebutuhan dasar termasuk kenyamanan dan kepuasan saat melakukan perjalanan jarak jauh. Usulan menyediakan area khusus merokok merupakan upaya memenuhi kebutuhan ini.

Namun, ini juga berpotensi menimbulkan konflik antara perokok dan non-perokok terkait persoalan kesehatan dan kenyamanan bersama (teori konflik sosial). Pemerintah maupun operator transportasi publik harus menimbang antara hak individu untuk merokok dan hak kolektif masyarakat dalam menikmati lingkungan bebas asap rokok.

Di sisi lain, teori kebijakan publik menunjukkan bahwa regulasi yang sudah ada, seperti Surat Edaran SE 29/2014, dirancang untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi paparan asap rokok. Pelanggaran terhadap kebijakan ini bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan penurunan kualitas layanan publik.

BACA JUGA: Remaja 13 Tahun Meninggal Setelah Makan Tiga Bungkus Mi Mentah

Perlu Banyak Pertimbangan untuk Tambahan Gerbong Khusus Merokok

Usulan penambahan gerbong khusus untuk merokok di kereta api memang memantik diskusi publik karena menyangkut kebutuhan kenyamanan penumpang, terutama mereka yang menempuh perjalanan jarak jauh. Bagi sebagian orang, keberadaan ruang khusus merokok dianggap mampu mengurangi rasa tidak nyaman akibat larangan total merokok selama perjalanan. Namun demikian, gagasan ini tidak dapat serta-merta diterapkan tanpa kajian mendalam, mengingat transportasi publik adalah ruang bersama yang harus memprioritaskan kepentingan banyak pihak.

Dari sisi kesehatan, keberadaan asap rokok meskipun ditempatkan di gerbong khusus berpotensi menimbulkan risiko bagi penumpang lain, termasuk anak-anak, lansia, dan individu dengan kondisi medis tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa paparan asap rokok pasif tetap berbahaya meski tidak berada di ruangan yang sama secara langsung. Hal ini menjadi tantangan besar bagi penyedia layanan kereta api, yang berkewajiban menjaga keselamatan dan kesehatan seluruh penumpangnya.

Selain itu, faktor regulasi juga harus dipertimbangkan. Indonesia telah memiliki peraturan terkait kawasan tanpa rokok (KTR) yang mencakup fasilitas transportasi umum. Penerapan gerbong khusus merokok dapat bertabrakan dengan aturan tersebut sehingga menimbulkan dilema hukum dan etika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *