Hamas Tengah Konsultasi Soal Gencatan Senjata dengan Israel

NarayaPost – Soal rencana gencatan senjata dengan Israel, Hamas tengah melakukan rundingan dengan faksi-faksi Palestina. Namun, Hamas juga memastikan warga Gaza mendapat bantuan dan bebas dari agresi Israel.
Hamas menerangkan, ketika hendak berkomitmen untuk mengakhiri agresi zionis trrhadap rakyat, pihaknya memastikan bantuan kemanusiaan masuk dengan bebas. Gerakan ini dilakukan untuk konsultasi dengan pemimpin pasukan faksi-faksi Palestina perihal usulan yang diterima mediator persaudaraan.
“Gerakan ini menyerahkan keputusan akhir kepada para mediator setelah konsultasi selesai dan akan mengumumkan secara resmi,” urai Hamas dilansir media Aljazeera, Jumat, (4/7/2026).
BACA JUGA: 6 Wisata Gratis di Jogja yang Cocok untuk Liburan Hemat!
Trump Usulkan Gencatan Senjata Israel-Hamas
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mendesak Hamas untuk menerima gencatan senjata selama 60 hari di Gaza. Trump juga mengingatkan Israel telah setuju untuk menuntaskan kesepakatan tersebut. Diiringi pasukan yang terus meningkatkan operasi di wilayah Palestina itu.
Dalam unggahan di media sosialnya, Trump mengatakan perwakilannya telah bertemu dengan para pejabat Israel terkait konflik Gaza. Selain itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga akan melawat ke Washington minggu depan.
“Israel telah menyetujui persyaratan yang diperlukan untuk menuntaskan gencatan senjata 60 hari, di mana kami akan bekerja sama dengan semua pihak untuk mengakhiri peran,” tulis Trump di media sosial pribadi, Truth Social dilansir AFP.
Tak hanya itu, Trump kembali menefaskan bahwa perwakilan Qatar dan Mesir, mediator dalam konflik Gaza, akan menyampaikan proposal akhir ini.
“Saya berharap demi kebaikan Timur Tengah, Hamas menerima kesepakatan ini, karena ini tidak akan menjadi lebih baik, ini hanya akan menjadi lebih buruk,” pungkas Trump.
Hamas Tolak Tawaran Gencatan Senjata dari Israel
Israel terus menekan Hamas sejak lama, lantaran Hamas menolak gencatan senjata. Kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera sebelumnya dimulai pada Januari lalu hanya berlangsung selama dua bulan dan gagal diperpanjang.
Untuk itu, Israel ingin memperpanjang tahap pertama, namun Hamas bersikeras agar gencatan dilanjutkan ke tahap kedua sesuai pembahasan awal. Beberapa waktu terakhir setelah pernyataan itu, gencatan senjata akan kembali dimulai.
Tapi, seorang sumber Hamas mengatakan telah mengirim tanggapan tertulis pada April lalu kepada mediator, isinya merespons tawaran terbaru Israel untuk gencatan senjata selama 45 hari.
Tel Aviv, dalam tawarannya menuntut pembebasan sandera 10 orang yang masih hidup, dengan ombalan sebanyak 1.231 tahanan Palestina akan dibebaskan dari penjara-penjara Istael dan bantuan kemanusiaan kembali diperbolehkan masuk jalur Gaza.
Tawaran Israel ini menuntut pula perlucutan senjata para petempur Hamas, untuk mengamankan akhir perang sepenuhnya. Tuntutan itu ditolak mentah-mentah oleh Hamas.
“Kesepakatan parsial ini digunakan oleh Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu sebagai kedok untuk agenda politiknya…kamu tidak akan terlibat dalam kebijakan ini,” urai Al-Hayya sebagai kepala negosiator Hamas dalam pernyataannya.
“Hamas mengupayakan kesepakatan komprehensif yang melibatkan pertukaran tahanan dalam satu paket sebagai imbalan atas penghentian perang, penarikan pendudukan dari jalur Gaza, dan dimulainya rekonstruksi,” cetus dia.
Israel Kembali Menyerang Hamas
Suara ledakan kembali memecah pagi di selatan Jalur Gaza, Jumat (18/4). Serangan udara Israel menghantam kawasan pemukiman padat di Khan Younis, menewaskan sedikitnya 24 orang. Di antara korban, sepuluh di antaranya berasal dari satu keluarga yang sama: keluarga Baraka.
“Tim kami mengevakuasi jenazah korban dari rumah keluarga Baraka dan sekitarnya,” kata Mahmud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza. Ia menambahkan, banyak korban luka juga dilarikan ke rumah sakit yang kini nyaris kehabisan obat-obatan.
Serangan terbaru ini datang setelah Hamas menolak tawaran gencatan senjata sebagian dari Israel. Kepala negosiator Hamas, Khalil al-Hayya, menyebut kesepakatan itu tidak cukup untuk mengakhiri penderitaan warga Gaza. “Kami menyerukan kesepakatan komprehensif untuk menghentikan perang ini,” tegasnya seperti dikutip AFP, Sabtu (19/4).
Al-Hayya juga mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar mencabut blokade total terhadap Gaza yang dimulai sejak awal Maret.
Sementara itu, PBB memperingatkan krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Lebih dari 2,4 juta penduduk kini hidup dalam kekurangan pangan, air bersih, dan layanan medis. Kamp-kamp pengungsi yang menampung ratusan ribu warga tak lagi aman setelah Israel melanjutkan operasi militer besar-besaran sejak 18 Maret lalu.
Gempuran juga dilaporkan menghantam tenda-tenda pengungsi, menambah panjang daftar korban sipil sejak perang dimulai pada Oktober 2023.
Secara Intensif, Israel Akan Terus Menekan Hamas
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, merespons penolakan Hamas terhadap gencatan senjata dengan menginstruksikan militer untuk meningkatkan tekanan terhadap kelompok tersebut.
Dalam pidato yang disiarkan pada Sabtu malam (19/4) dan dikutip dari Reuters, Netanyahu menegaskan bahwa meski konflik ini menimbulkan biaya besar, Israel akan terus melanjutkan perlawanan hingga meraih kemenangan.
“Kami tidak memiliki pilihan lain selain terus berjuang demi keberlangsungan bangsa ini, sampai kemenangan tercapai,” ujarnya.
Sementara itu, upaya mediasi oleh Mesir terus dilakukan untuk menghidupkan kembali kesepakatan gencatan senjata yang batal bulan lalu, setelah Israel menarik diri dari perpanjangan perjanjian sementara yang sebelumnya memungkinkan pembebasan 38 sandera.
Hamas melancarkan serangan ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 dan memicu konflik bersenjata ini, menyatakan hanya akan membebaskan sisa sandera jika tercapai kesepakatan akhir untuk mengakhiri perang sepenuhnya.
BACA JUGA: Respon Partai Politik Usai MK Memisahkan Jalan Pemilu
Kesimpulan: Akankah Gencatan Senjata Terjadi?
Hamas tengah berkonsultasi dengan faksi-faksi Palestina terkait usulan gencatan senjata dari mediator internasional, termasuk Amerika Serikat yang mendesak gencatan 60 hari.
Namun, Hamas menolak tawaran Israel yang dianggap parsial dan tidak menyentuh akar masalah. Mereka menuntut kesepakatan komprehensif, termasuk penghentian perang, pembebasan tahanan, dan rekonstruksi Gaza.
Sementara itu, Israel terus melancarkan serangan ke Gaza dan memperketat tekanan militer. Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dan upaya mediasi terus berlangsung meski kesepakatan damai masih belum tercapai.