Harga Komoditas Global Naik Imbas Ketegangan Israel–Iran

NarayaPost — Ketegangan militer yang semakin memanas antara Israel–Iran telah mendorong lonjakan harga komoditas global, terutama minyak mentah dalam beberapa pekan terakhir. Pasar bergerak fluktuatif seiring kekhawatiran bahwa konflik dapat mengganggu pasokan dari daerah strategis, terutama Selat Hormuz.
Sebelumnya, harga minyak dunia telah melonjak sejak serangan udara Israel terhadap sejumlah instalasi nuklir dan militer di Iran sebagian pertengahan Juni. Mengutip beberapa sumber, Brent crude melonjak lebih dari 7 persen pada 13 Juni. Angka tersebut menyentuh level tertinggi dalam sebulan, dan sejak itu meningkat hingga 11 persen.
Sementara itu, Reuters melaporkan pada 17 Juni, Brent kembali naik sekitar 4,4 persen ke kisaran 76,45 USD per barel, sedangkan WTI naik 4,28 persen ke 74,84 USD. Pada 18 Juni, kenaikan harga masih terjadi meski lebih moderat, di antaranya Brent naik 0,3 persen, menyentuh 76,70 USD, sedangkan WTI bertengger di 75,14 USD.
BACA JUGA: Harga Minyak Dunia Naik Imbas Eskalasi Konflik Iran–Israel
Ketergantungan Pada Selat Hormuz
Kenaikan harga ini sebagian besar disebabkan oleh kekhawatiran akan gangguan di Selat Hormuz. Selat ini adalah jalur penting yang dilewati sekitar 18–20 juta barel minyak per hari, atau hampir 20 persen dari kebutuhan minyak dunia.
Menyadur laman Ainvest, jika Iran sampai menutup jalur tersebut sebagai respons atas serangan Israel, para analis memperingatkan bahwa harga minyak bisa melonjak hingga 120–150 dolar AS per barel untuk skenario terburuknya.
Infrastruktur Energi Terdampak
Meski belum terjadi gangguan signifikan terhadap distribusi minyak, infrastruktur energi di kedua negara sudah sempat terdampak. Reuters melaporkan aktivitas ekspor minyak Iran anjlok drastis dari 1,7 juta barel per hari menjadi hanya sekitar 102.000 barel per hari setelah serangan Israel terjadi. Beberapa fasilitas gas seperti South Pars juga dilaporkan dihentikan produksinya sementara dan sebuah depot minyak Iran turut terdampak.
Dampaknya Terhadap Ekonomi Global
Masih dari sumber yang sama, kenaikan harga minyak dunia ikut mendorong inflasi secara global. Dampaknya bisa dirasakan lewat naiknya biaya energi, transportasi, hingga bahan makanan. Misalnya, warga Uni Emirat Arab diprediksi akan menghadapi kenaikan harga bahan bakar. Di Inggris, Kanselir Rachel Reeves mengingatkan bahwa situasi ini bisa memicu inflasi dan memperburuk kondisi keuangan negara.
Meski tekanan cukup besar, sebagian pasar saham masih bersikap hati-hati. Investor di Amerika Serikat, misalnya, tetap optimis karena produksi minyak shale dalam negeri masih stabil. Namun, potensi campur tangan militer AS atau meluasnya konflik tetap menjadi perhatian. Presiden Trump bahkan pernah menyampaikan kemungkinan intervensi, yang sempat memicu aktivitas jual beli besar-besaran di pasar global.
Meski demikian, muncul sinyal positif dari perkembangan terbaru, di mana Iran dikabarkan mulai membuka kemungkinan untuk melakukan dialog diplomatik. Menurut laporan New York Post, indeks Dow Jones Industrial (DJI) naik sekitar 317 poin usai munculnya kabar tentang potensi kesepakatan yang meredakan kekhawatiran para pelaku pasar. Kendati demikian, ketegangan belum sepenuhnya mereda.
Pelaku pasar dan analis tetap siaga terhadap kemungkinan konflik yang kembali memanas, terutama bila jalur strategis seperti Selat Hormuz menjadi target atau jika Amerika Serikat memutuskan untuk ikut campur secara langsung.
Kesimpulan
Memanasnya konflik antara Israel dan Iran telah memicu lonjakan harga minyak dunia, mendorong gejolak pasar dan meningkatkan kekhawatiran inflasi global. Kenaikan harga ini dipicu oleh potensi terganggunya pasokan dari Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia.
Dampak langsungnya dirasakan pada lonjakan harga energi, transportasi, hingga kebutuhan pokok, terutama di negara-negara seperti UEA dan Inggris. Meski infrastruktur energi belum lumpuh total, aktivitas ekspor dan produksi minyak Iran sudah terganggu.
BACA JUGA: Utang Luar Negeri RI Melonjak per April 2025, Segini Kisarannya
Pasar masih menunjukkan kehati-hatian, dengan sebagian investor tetap optimis berkat ketahanan energi domestik AS. Namun, risiko intervensi militer dan eskalasi konflik tetap menjadi faktor yang membayangi. Dalam situasi penuh ketidakpastian ini, kewaspadaan global terhadap stabilitas energi dan geopolitik sangat diperlukan.