NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » 21 Negara Desak Israel Batalkan Permukiman E1

21 Negara Desak Israel Batalkan Permukiman E1

21 Negara Desak Israel Batalkan Permukiman E1

Narayapost – Sejumlah Negara Desak Israel Batalkan Permukiman E1. Gelombang kecaman internasional kembali mengarah pada Israel setelah pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui rencana pembangunan besar-besaran di kawasan E1, wilayah sensitif yang terletak di antara Yerusalem Timur dan permukiman Israel di Ma’ale Adumim.

Sebanyak 21 negara, termasuk Inggris, Prancis, Australia, Kanada, Italia, dan Jepang menandatangani pernyataan bersama yang mengecam langkah tersebut yaitu Desak Israel Batalkan Permukiman E1. Mereka menegaskan bahwa proyek itu bukan hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga mengancam prospek tercapainya solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

BACA JUGA : Jalan Tol Indonesia Tembus 3.092 Km, Ini Rinciannya

Rencana E1: Apa yang Dipertaruhkan?

Rencana E1 mencakup pembangunan sekitar 3.400 unit rumah baru di atas lahan seluas kurang lebih 12 kilometer persegi. Kawasan ini strategis sekaligus kontroversial karena posisinya menghubungkan Yerusalem dengan permukiman Ma’ale Adumim. Jika proyek ini dilanjutkan, wilayah Palestina akan terpecah menjadi dua bagian besar yang terisolasi, sehingga akses Palestina ke Yerusalem Timur semakin terbatas.

Banyak pengamat menilai, jika E1 terwujud, maka solusi dua negara akan semakin mustahil. Palestina tidak lagi memiliki wilayah yang berkesinambungan untuk membangun negara merdeka di masa depan.

Kecaman Internasional yang Menguat

Pernyataan bersama dari 21 negara tersebut disampaikan pada Kamis, 21 Agustus 2025. Dalam isi pernyataan, mereka menyebut keputusan Israel sebagai langkah yang berbahaya dan kontraproduktif bagi stabilitas kawasan.

“Kami mengutuk keputusan ini dan menyerukan pembatalannya segera. Proyek E1 akan semakin menjauhkan kita dari perdamaian, memicu kekerasan, serta merusak keamanan baik bagi Palestina maupun Israel,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Selain negara-negara Barat, kepala urusan luar negeri Uni Eropa juga turut menandatangani dokumen tersebut, menandakan adanya konsensus luas di Eropa untuk menekan Israel.

Inggris Panggil Dubes Israel

Pemerintah Inggris mengambil langkah diplomatik tegas dengan memanggil Duta Besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, guna menyampaikan protes resmi. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Inggris menilai proyek ini sebagai pelanggaran serius hukum internasional dan akan menghalangi terbentuknya negara Palestina yang berdaulat.

Sikap Palestina dan PBB

Tidak hanya komunitas internasional, Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah juga menyatakan penolakan keras. Mereka menilai langkah Israel sebagai bentuk aneksasi de facto yang mengubur harapan rakyat Palestina.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, turut memberikan kritik tajam. Menurutnya, semua permukiman Israel di Tepi Barat, termasuk proyek E1, ilegal menurut hukum internasional karena berdiri di atas tanah yang diduduki sejak 1967.

Pemerintah Israel Tetap Ngotot?

Meski mendapat tekanan global, tokoh-tokoh sayap kanan Israel, khususnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, justru menganggap proyek ini sebagai “keharusan nasional”. Ia menyatakan pembangunan E1 akan memperkuat posisi Israel di Yerusalem Timur sekaligus menutup kemungkinan berdirinya negara Palestina merdeka.

Namun, kritik dari oposisi dalam negeri juga bermunculan. Sejumlah akademisi Israel memperingatkan bahwa kebijakan ini hanya akan memperburuk citra Israel di dunia internasional dan memicu siklus kekerasan baru di Tepi Barat.

Implikasi terhadap Perdamaian

Proyek E1 dianggap sebagai “garis merah” dalam negosiasi Israel–Palestina. Amerika Serikat sendiri dalam beberapa dekade terakhir berulang kali menekan Israel agar tidak melanjutkan rencana ini, meski kali ini Washington belum mengeluarkan pernyataan keras.

Para analis menilai, bila Israel tetap memaksakan proyek ini, maka konflik di Tepi Barat bisa kembali meletus. Bagi warga Palestina, Yerusalem Timur merupakan ibu kota masa depan, sementara bagi Israel, kawasan itu dianggap sebagai bagian dari “Yerusalem yang tidak terbagi”.

BACA JUGA : Fenomena Duck Syndrome Serang Mahasiswa, Ini Cara Mengatasinya!

Penutup

Kecaman dari 21 negara terhadap rencana permukiman E1 menunjukkan semakin kuatnya tekanan internasional terhadap Israel. Meski demikian, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah Israel sendiri.

Apakah Israel akan menunda atau bahkan membatalkan proyek E1? Atau justru melanjutkannya dengan risiko menimbulkan isolasi diplomatik yang lebih besar? Pertanyaan ini masih menjadi tanda tanya besar di tengah situasi kawasan yang kian rapuh.

Satu hal yang pasti, solusi dua negara semakin jauh dari harapan jika proyek E1 benar-benar dijalankan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *