NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Izin PT Gag Nikel Tidak Dicabut, Ini Alasan dan Faktornya

Izin PT Gag Nikel Tidak Dicabut, Ini Alasan dan Faktornya

izin pt gag nikel

NarayaPost — Di antara sejumlah perusahaan pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Presiden Prabowo Subianto hanya menyisakan satu yang masih diizinkan beroperasi, yaitu PT Gag Nikel. Sementara itu, empat perusahaan lain telah dicabut izinnya. 

PT Gag Nikel merupakan bagian dari PT Aneka Tambang (Antam), beroperasi di Pulau Gag dengan status Kontrak Karya (KK). Sedangkan empat perusahaan lain yang izinnya dicabut pemerintah dan berada di dalam kawasan geopark adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.

BACA JUGA: Izin Tambang 4 Perusahaan Nikel di Raja Ampat Kembali Dievaluasi, Ini Kata KLHK

PT Gag Nikel sendiri telah memulai kegiatan eksplorasi awal sejak tahun 1972 di Pulau Gag, kemudian menandatangani Kontrak Karya eksplorasi pada tahun 1998, dan tahap eksplorasi berlangsung dari 1999 hingga 2002. 

Perusahaan ini kemudian mendapatkan perpanjangan tahap eksplorasi pada 2006-2008 dan memasuki tahapan studi kelayakan pada 2008-2013. Tahapan konstruksi dimulai pada 2015-2017, hingga akhirnya tahapan produksi dimulai pada November 2017. Izin operasi produksi perusahaan ini berlaku hingga 30 November 2047.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan beberapa alasan mengapa izin PT Gag Nikel tidak dicabut. Pertama, perusahaan dinilai patuh terhadap upaya pelestarian lingkungan. 

Bahlil menyebutkan bahwa dari total wilayah Kontrak Karya (KK) PT Gag Nikel seluas 13.136 hektare di Pulau Gag, perusahaan baru membuka lahan 260 hektare untuk eksplorasi.

“Dari 260 hektare yang sudah direklamasi 130 hektare kurang lebih, dan sudah dikembalikan ke negara itu kurang lebih sekitar 54 hektare. Sekarang masih ada 130 hektare nanti setelah ini direklamasi,” ujarnya dalam keterangan pers di Istana Negara pada Rabu (11/6). 

Bahlil juga menepis anggapan bahwa lingkungan Pulau Gag sudah tercemar, sebab perusahaan disebut telah melaksanakan analisis dampak lingkungan (amdal) dengan baik, sehingga laut di sekitar dermaga (jetty) pun masih bersih. 

Selain itu, ia menekankan bahwa Pulau Gag terletak di luar kawasan geopark Raja Ampat, berbeda dengan empat IUP lainnya yang berada di dalam geopark. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan kontrak PT Gag Nikel. 

“Pulau Gag ini kurang lebih sekitar 42 kilometer (dari Piaynemo) dan dia lebih dekat ke Maluku Utara, dan dia bukan merupakan bagian kawasan dari geopark. Ini biar kita informasi ini saya kasih seutuhnya,” tambah Bahlil.

Selanjutnya, Bahlil menyatakan bahwa PT Gag Nikel adalah satu-satunya perusahaan pertambangan di Raja Ampat yang mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) produksi nikel untuk tahun 2025. Perusahaan ini sendiri telah memulai produksi sejak tahun 2018. 

Berdasarkan data yang dihimpun, PT Gag Nikel memperoleh RKAB produksi nikel sebanyak 3 juta wet metric ton (WMT) untuk tahun 2024, 2025, dan 2026. Sementara itu, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe hanya mendapatkan RKAB sebesar 1,3 juta WMT untuk tahun 2024.

Di sisi lain, pengajuan RKAB untuk PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun, serta PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, ditolak oleh pemerintah. 

BACA JUGA: Trump Terapkan Larangan Masuk AS bagi Warga 12 Negara, Ini Dampaknya bagi Dunia

Adapun PT Nurham di Yesner Waigeo Timur tidak mengajukan RKAB. Bahlil juga menegaskan bahwa KK PT Gag Nikel telah diterbitkan sejak era Orde Baru, sehingga tidak ada potensi konflik kepentingan dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto maupun Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

“Sementara kalau PT Gag sejak tahun 1972. Kontrak karya, sejak tahun 1998 kontrak karyanya, di zaman Orde Baru. Jadi enggak ada sama sekali (kaitannya),” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *