NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Jejak Paus Leo XIV di Papua

Jejak Paus Leo XIV di Papua

Paus Leo XIV dan seorang tokoh adat Papua di depan lanskap Raja Ampat, menggambarkan jejak kunjungan Paus ke Papua untuk artikel NarayaPost.

NarayaPost– Jejak Paus Leo XIV di Papua tidak sekadar sebuah kenangan belaka, tetapi menjadi sebuah harapan baru bagi perdamaian di Tanah Papua. Paus yang bernama lengkap Robert Francis Prevost ini, dua dekade silam pernah menyusuri pedalaman Papua, tidur di rumah-rumah pastoran sederhana, dan bersentuhan langsung dengan realitas masyarakat adat yang hidup dalam keterbatasan.

Kunjungan itu berlangsung tahun 2003, saat Prevost masih menjabat sebagai pemimpin tertinggi Ordo Santo Agustinus (OSA). Ia mengunjungi Sorong, Maybrat, dan Tambrauw, termasuk kampung-kampung terpencil seperti Ayawasi dan Senopi yang hanya dapat diakses dengan pesawat kecil. Di SMA Agustinus Sorong, ia sempat memberikan ceramah tentang pentingnya dialog, kehidupan religius, dan peran gereja dalam masyarakat.

“Walaupun kami hanya novis, beliau makan bersama kami tanpa membedakan. Ini mencerminkan kerendahan hatinya,” ungkap Pastor Abuna Markus Mala, saksi hidup dari momen tersebut.

Papua dalam Ingatan Paus

Kini, setelah Robert Prevost terpilih sebagai Paus Leo XIV, masyarakat Papua yang mengenalnya melihat peluang besar. Mereka meyakini bahwa jejak Paus Leo XIV di Papua akan membentuk perspektif kepausannya terhadap isu-isu konflik, ketidakadilan, dan kesenjangan yang selama ini melilit wilayah tersebut.

Dalam pidato perdananya di Vatikan, Paus Leo XIV menegaskan komitmen pada gereja yang bersifat misioner, membangun jembatan dan menjangkau mereka yang terpinggirkan.

“Semoga jejak Paus Leo XIV di Papua tidak hanya tinggal sebagai kenangan, tapi menjadi dasar bagi seruan damai yang nyata,” ujar Pastor Stevanus Alo dari Manokwari.

Baca Juga: Robert Francis Prevost Terpilih Menjadi Paus Baru

Menuju Gereja yang Membela Kaum Lemah

Terpilihnya Paus Leo XIV membawa harapan akan perubahan paradigma: dari institusi religius yang formal ke arah Gereja yang berpihak secara nyata pada korban kekerasan, masyarakat adat, dan lingkungan hidup.

Di Papua, di mana lebih dari 60% penduduknya memeluk agama Kristen dan Katolik, kehadiran moral Paus memiliki pengaruh yang strategis, bukan hanya dalam ranah spiritual, tetapi juga dalam proses advokasi kemanusiaan.

“Ini bukan sekadar tentang seorang Paus. Ini tentang apakah Gereja masih bisa menjadi suara kenabian di tengah dunia yang makin kejam,” ujar Pastor Nadja yang mengenal Prevost semasa studi di Roma.

Jejak yang Tak Terhapus

Jejak Paus Leo XIV di Papua bukan sekadar catatan sejarah, melainkan modal moral dan spiritual yang kini menjadi harapan. Dengan latar belakang pelayanan misi di Peru dan keterlibatan langsung di Papua, banyak pihak meyakini beliau bisa menjadi kekuatan internasional yang mendorong dialog Jakarta–Papua yang selama ini buntu.

“Gereja harus kembali menjadi suara kenabian. Dan Paus Leo XIV, dengan pengalaman mendalamnya, bisa menjadi kunci perubahan,” ujar Pastor Nadja, rekannya semasa studi di Roma.

Baca Juga: Papua Dianggap Tidak Aman, Amerika Keluarkan Peringatan Perjalanan Tingkat 4

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *