Jurist Tan Ditetapkan Sebagai DPO oleh Kejagung RI

NarayaPost – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) telah menetapkan Jurist Tan, salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna.
“Kalau JT (Jurist Tan), setahu saya, mungkin nanti saya cek lagi ya, kayaknya sudah DPO, kayaknya,” kata Anang saat menjawab pertanyaan wartawan terkait status Jurist Tan di Gedung Kejagung RI, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Sebelumnya, Kejagung telah menyatakan bahwa mereka akan segera menetapkan Jurist Tan sebagai DPO dalam perkara korupsi pengadaan Chromebook. Status ini diajukan karena Jurist Tan beberapa kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyidik.
BACA JUGA: Prabowo Perintahkan Pasukan untuk Bantu Warga Gaza
Jurist Tan Mangkir Sampai pada Panggilan Ketiga
“(DPO Jurist Tan) on process, kan sudah panggilan ketiga. Berarti kan tinggal, mungkin dalam waktu dekat nanti kami kabari pastinya. Yang jelas, on process,” ujar Anang Supriatna kepada wartawan di kantor Kejagung, Rabu (30/7/2025).
Diketahui, Jurist Tan telah tiga kali tidak hadir dalam panggilan penyidikan yang dijadwalkan pada tanggal 18, 21, dan 25 Juli 2025. Diduga, yang bersangkutan saat ini berada di luar negeri. Anang menyebut, Kejagung sudah mengantongi sejumlah informasi mengenai keberadaannya.
“Semua informasi dari mana pun kita pelajari didalami oleh penyidik dalam rangka nanti menghadirkan yang bersangkutan,” jelasnya.
Peran Penting Jurist Tan
Dalam kasus dugaan korupsi ini, Jurist Tan disebut memiliki peran penting sejak tahap perencanaan pengadaan. Ia diduga telah mendorong penggunaan Chromebook sebagai bagian dari program pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Kemendikbud tahun anggaran 2020–2022, yang sudah mulai dirancang sejak Agustus 2019.
Saat itu, Jurist bersama eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Fiona Handayani (staf khusus Nadiem) membentuk sebuah grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team”. Melalui grup ini, mereka berdiskusi mengenai konsep digitalisasi pendidikan yang akan dijalankan jika Nadiem resmi menjadi menteri.
Jurist juga diduga berperan dalam melobi sejumlah pihak agar Ibrahim Arief dapat diangkat sebagai konsultan di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Selain itu, pada Februari dan April 2020, Nadiem disebut sempat bertemu dengan perwakilan Google untuk membahas rencana pengadaan perangkat Chromebook tersebut.
Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook
Kasus pengadaan Chromebook bermula dari proyek digitalisasi pendidikan yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2020–2022. Proyek ini melibatkan pengadaan ratusan ribu unit laptop Chromebook untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi di sekolah-sekolah.
Namun, Kejaksaan Agung menemukan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya. Nilai proyek ini ditaksir mencapai sekitar Rp 9,9 triliun, dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga hampir Rp 2 triliun.
BACA JUGA: Bank Sampah Jakarta: Solusi Cerdas Atasi Sampah dan Meningkatkan Perekonomian
Skandal Chromebook Jadi Sorotan Nasional
Penetapan Jurist Tan sebagai buronan oleh Kejaksaan Agung RI menandai babak baru dalam pengusutan salah satu kasus korupsi terbesar di sektor pendidikan Indonesia. Keputusan ini diambil setelah Jurist tiga kali mangkir dari panggilan penyidik dan diduga melarikan diri ke luar negeri. Kejagung pun kini tengah mendalami berbagai informasi untuk melacak keberadaan Jurist serta mengkaji kemungkinan mengajukan red notice kepada Interpol guna mempercepat proses hukum.
Kasus pengadaan Chromebook yang menyeret nama Jurist Tan mencerminkan lemahnya tata kelola dalam proyek strategis nasional. Dengan nilai anggaran hampir Rp 10 triliun, program ini semestinya menjadi tulang punggung transformasi digital pendidikan. Namun, dugaan rekayasa sejak tahap awal perencanaan hingga intervensi terhadap pihak-pihak tertentu menunjukkan adanya pola korupsi yang sistematis dan terstruktur.
Skandal ini menjadi peringatan keras bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam proyek pemerintah harus diperkuat, terutama ketika menyangkut dana pendidikan. Publik kini menaruh harapan besar kepada Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus ini secara adil, transparan, dan menyeluruh.