Mahasiswa Demo di DPR, Desak Pemerintah Penuhi 17+8 Tuntutan

NarayaPost – Ribuan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2025). Aksi ini menegaskan desakan agar pemerintah bersama DPR segera memenuhi agenda besar yang mereka sebut sebagai ‘17+8 Tuntutan Rakyat’.
Sejak siang hari, massa aksi berdatangan dengan atribut almamater kuning dan biru, spanduk bertuliskan “Menangkan Tuntutan Rakyat”, serta bendera besar organisasi mahasiswa. Suasana aksi semakin riuh ketika orator bergantian menyampaikan kritik keras terhadap DPR maupun pemerintah.
BACA JUGA : Pakar Sebut Efek Rutin Minum Teh, Apakah Benar Baik untuk Kesehatan?
Tuntutan Mendesak dalam 1 Minggu
Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menekankan bahwa ada 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi selambat-lambatnya 5 September 2025. Beberapa poin utama di antaranya adalah:
- Pembentukan tim investigasi independen terhadap kasus kekerasan aparat pada demonstrasi 28–30 Agustus lalu, termasuk korban Affan Kurniawan dan Umar Amarudin.
- Menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, dengan menegaskan kembali fungsi militer untuk pertahanan negara, bukan penanganan massa sipil.
- Membebaskan seluruh demonstran yang masih ditahan serta menghentikan praktik kriminalisasi terhadap mahasiswa.
- Menindak anggota aparat maupun komandan yang terlibat kekerasan, dengan proses hukum transparan.
- Menghentikan kekerasan polisi serta memastikan SOP pengendalian massa dijalankan.
Selain isu HAM, mahasiswa juga menyoroti privilege DPR. Mereka mendesak agar kenaikan gaji dan fasilitas anggota dewan dibatalkan serta laporan anggaran DPR dipublikasikan secara proaktif. Isu integritas juga menjadi sorotan, dengan dorongan agar KPK mengusut kepemilikan harta anggota DPR yang mencurigakan serta partai politik memberi sanksi tegas pada kader yang melecehkan aspirasi rakyat.
Tuntutan Reformasi Jangka Panjang
Selain target jangka pendek, mahasiswa juga menegaskan 8 tuntutan besar yang menjadi agenda reformasi dalam waktu satu tahun (deadline 31 Agustus 2026).
Isi tuntutan jangka panjang itu antara lain:
- Reformasi DPR secara besar-besaran, termasuk transparansi dan akuntabilitas anggota dewan.
- Reformasi partai politik dengan memperkuat mekanisme pengawasan publik dan eksekutif.
- Penyusunan reformasi perpajakan yang lebih adil bagi rakyat kecil.
- Pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor serta penguatan independensi KPK.
- Reformasi kepolisian agar lebih profesional dan humanis.
- Penegasan agar TNI sepenuhnya kembali ke barak tanpa pengecualian.
- Penguatan lembaga HAM seperti Komnas HAM dan lembaga pengawas independen lainnya.
- Peninjauan ulang kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan agar lebih berpihak pada pekerja.
Menurut Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Diallo Hujanbiru, poin-poin tersebut bukan hanya aspirasi mahasiswa, melainkan suara kolektif masyarakat. “Ini adalah janji yang pernah diterima pemerintah dan DPR. Sekarang rakyat menagih pelunasan janji itu,” tegasnya.
Kritik terhadap DPR dan TNI
Mahasiswa juga menyoroti masih adanya anggota DPR yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial namun tetap duduk di kursinya tanpa sanksi. Hal ini dianggap melecehkan martabat rakyat.
Selain itu, desakan agar TNI tidak terlibat dalam pengamanan sipil kembali digemakan. Mahasiswa menilai, pelibatan militer dalam aksi unjuk rasa hanya akan menimbulkan eskalasi kekerasan. “TNI harus kembali ke barak, jangan ambil alih fungsi Polri,” ujar salah satu orator.
Respons Publik dan Dukungan
Gerakan mahasiswa ini mendapat sorotan luas di media sosial. Tagar #178TuntutanRakyat sempat menjadi trending, dengan dukungan dari berbagai kalangan aktivis, akademisi, hingga buruh.
Serikat buruh menilai tuntutan terkait upah layak, pencegahan PHK massal, dan dialog outsourcing selaras dengan perjuangan mereka. Sementara itu, pengamat politik menilai aksi mahasiswa bisa menjadi momentum koreksi besar-besaran terhadap praktik politik elitis di DPR.
Tantangan Pemenuhan Tuntutan
Namun, pengamat juga mengingatkan bahwa pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat tidak mudah. Ada resistensi kuat dari elit politik, terutama terkait reformasi partai, transparansi anggaran, dan pembatasan fasilitas DPR.
Di sisi lain, isu HAM dan tuntutan penghentian kriminalisasi demonstran bisa segera ditindaklanjuti jika ada komitmen politik. “Kuncinya ada pada kemauan politik. Jika DPR dan pemerintah mengabaikan, potensi gelombang aksi lanjutan akan makin besar,” jelas analis politik dari LIPI.
BACA JUGA : Sosok Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan Pengganti Sri Mulyani
Penutup
Aksi mahasiswa di DPR dengan membawa agenda 17+8 Tuntutan Rakyat bukan sekadar seruan moral, melainkan dorongan konkret agar demokrasi di Indonesia lebih sehat, adil, dan berpihak pada rakyat.
Dengan tekanan publik yang semakin kuat, kini bola ada di tangan pemerintah dan DPR: apakah memilih merespons tuntutan rakyat, atau terus berhadapan dengan gelombang protes yang semakin meluas.