NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » OTT KPK di Sumatera Utara: Bongkar Dugaan Korupsi Proyek Jalan Rp 231 Miliar

OTT KPK di Sumatera Utara: Bongkar Dugaan Korupsi Proyek Jalan Rp 231 Miliar

OTT KPK Sumatera Utara

NarayaPost – OTT KPK di Sumatera Utara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara. Operasi ini tak sekadar menggiring sejumlah pejabat ke ruang penyidikan, tetapi juga menjadi pembuka kotak Pandora atas dugaan praktik korupsi sistemik di sektor infrastruktur, khususnya proyek pembangunan jalan di provinsi tersebut.

Dalam OTT KPK di Sumatera Utara yang dilakukan awal Juli 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Ginting. Penangkapan ini bermula dari informasi yang mengarah pada pengaturan lelang proyek jalan bernilai fantastis: Rp 231,8 miliar.

Namun KPK menegaskan, ini baru awal dari proses panjang yang masih akan terus berkembang.

BACA JUGA : Hasto Kristiyanto Dituntut Penjara 7 Tahun

Bukan Akhir, Justru Titik Awal

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa OTT ini bukan puncak dari penyidikan, melainkan langkah awal yang membuka kemungkinan lebih luas untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dan praktik korupsi di proyek-proyek sejenis.

“Jadi OTT ini adalah pintu awal, bukan pintu terakhir,” ujar Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Menurutnya, penyidikan akan menjalar ke proyek-proyek pembangunan jalan lain di bawah lingkup PUPR Sumut maupun PJN Wilayah I Sumatera Utara, yang diduga turut sarat kepentingan dan manipulasi.

Skema Korupsi dan Janji Fee Miliaran Rupiah

Dari hasil pendalaman awal, KPK menemukan bahwa Topan Obaja Ginting menerima janji fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam tender proyek jalan. Uang itu diduga bagian dari praktik “bagi-bagi” yang melibatkan sejumlah pejabat dan pelaku usaha konstruksi.

Pihak swasta yang diduga terlibat adalah dua perusahaan: PT Dewa Nusantara Gemilang (DNG) dan PT Raksasa Nusantara (RN), yang diwakili oleh M Akhirun Pilang dan M Rayhan Dulasmi Pilang. Keduanya telah menarik uang sekitar Rp 2 miliar sebagai bagian awal dari total janji fee.

Daftar Tersangka Resmi

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  • Topan Obaja Ginting – Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara
  • Rasuli Efendi Siregar – Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut
  • Heliyanto – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satker PJN Wilayah I
  • M Akhirun Pilang – Direktur Utama PT DNG
  • M Rayhan Dulasmi Pilang – Direktur PT RN

Kelima tersangka kini mendekam di tahanan KPK dan dikenakan pasal suap serta gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Peluang Pengembangan ke Arah Lebih Tinggi

Yang menarik, KPK menyatakan bahwa pihaknya juga menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak di level yang lebih tinggi. Artinya, selain pejabat teknis dan pelaksana, struktur pengambil kebijakan atau penentu proyek besar di provinsi bisa saja ikut terseret.

“Semua kemungkinan kita telusuri, baik di level provinsi maupun nasional. Kita mendalami aliran uang, siapa saja yang terlibat atau menikmati hasil korupsi ini,” tambah Budi.

Proses penggeledahan juga masih berlangsung di sejumlah lokasi yang tidak disebutkan rinci demi kepentingan penyidikan.

Korupsi Infrastruktur: Luka Lama yang Terus Terulang

Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi di sektor infrastruktur, yang notabene menyerap anggaran negara dalam jumlah besar dan berdampak langsung pada masyarakat. Proyek jalan menjadi ladang empuk karena tingginya nilai anggaran dan lemahnya pengawasan di lapangan.

Tidak sedikit proyek yang pada akhirnya mangkrak, cepat rusak, atau tak sesuai spesifikasi karena praktik suap menyusup dalam seluruh tahapan, mulai dari perencanaan, tender, hingga pelaksanaan.

Dorongan Transparansi dan Pengawasan Berbasis Teknologi

Masyarakat sipil dan pengamat antikorupsi pun mendesak agar pengadaan proyek berbasis elektronik benar-benar dijalankan secara transparan dan terhubung dengan sistem pelaporan independen. Akses terhadap dokumen tender, kontrak, dan progres pelaksanaan harus dibuka ke publik, terutama di wilayah-wilayah yang rawan korupsi.

“Sudah waktunya pengawasan proyek tidak hanya di atas kertas. KPK bisa bekerja sama dengan BPK, LSM lokal, bahkan universitas, agar pengawasan dilakukan menyeluruh dan berkelanjutan,” ujar Dosen Hukum Tata Negara USU, Ruli Panggabean, dalam diskusi daring yang digelar Rabu (3/7/2025).

BACA JUGA : Hamas Tengah Konsultasi Soal Gencatan Senjata dengan Israel

Penutup: OTT Harus Jadi Efek Jera Nyata

Kasus OTT KPK di Sumut ini perlu jadi pelajaran bagi para pejabat publik lainnya. Bahwa keterlibatan dalam pengaturan proyek tidak hanya mencoreng jabatan, tetapi bisa menghancurkan integritas dan kepercayaan publik yang dibangun bertahun-tahun.

Pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur bukan hanya tugas KPK, tapi juga memerlukan partisipasi masyarakat, media, dan lembaga pengawas lainnya. Harapannya, OTT ini bukan sekadar headline sesaat, tetapi menjadi titik balik untuk perubahan sistem yang lebih bersih dan akuntabel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *