Pakar Komunikasi Unair Soroti Film Animasi Merah Putih

NarayaPost – Film animasi Merah Putih: One for All tengah menjadi bahan perbincangan masyarakat. Mengangkat tema nasionalisme dan persatuan, film ini awalnya dipandang sebagai karya yang mampu menumbuhkan kebanggaan terhadap animasi lokal. Namun, kualitas visual yang dinilai belum sesuai harapan membuatnya menuai pro dan kontra, khususnya terkait efektivitas penyampaian pesan budaya. Menanggapi hal ini, Pakar Komunikasi Unair soroti beberapa hal.
Irfan Wahyudi, S.Sos., M.Comms., Ph.D., menekankan pentingnya aspek teknis dan estetika dalam sebuah karya audio-visual. “Film, baik animasi maupun non-animasi, harus memenuhi kaidah estetika karena itu berkaitan dengan penerimaan audiens. Ketika visual tidak mendukung, pesan yang ingin disampaikan berisiko tidak efektif,” jelasnya dilansir dari laman resmi Unair, Kamis, (21/8/2025).
Menurut Irfan, kritik terhadap film One for All adalah hal yang lumrah. Saat ini masyarakat sudah terbiasa dengan standar animasi tinggi, sehingga ekspektasi mereka meningkat. “Dalam menikmati karya visual, yang pertama kali terlihat adalah kualitas visualnya, baru kemudian pesan yang dibawa. Jika visual lemah, maka pesan, termasuk pesan nasionalisme bisa tertutupi,” tambahnya.
BACA JUGA: Sejumlah PO Bus Pilih Tak Putar Musik Imbas Polemik Royalti
Pakar Soroti Pesan yang Tersamarkan
Irfan juga menjelaskan bahwa kualitas media sangat memengaruhi keberhasilan penyampaian pesan. Ia mencontohkan, sebagaimana tulisan yang memerlukan gaya bahasa baik agar maknanya tersampaikan, film animasi pun membutuhkan visual kuat untuk menjadi pintu masuk audiens.
“Kalau visualnya bagus, barulah pesan bisa diresapi dengan baik. Tetapi ketika pesan heroik atau nasionalisme tertutupi oleh visual yang tidak memenuhi standar, maka dampaknya justru berlawanan dengan tujuan awal,” ungkapnya.
Ia menambahkan, munculnya perbandingan publik dengan karya animasi lain yang lebih baik adalah tantangan tersendiri bagi industri animasi lokal. Kondisi ini menuntut para kreator untuk meningkatkan mutu agar mampu bersaing di ranah nasional maupun internasional.
Harapan untuk Industri Lokal
Meski menuai kritik, Irfan menilai satu karya dengan kualitas rendah tidak otomatis merusak citra kreatif bangsa. Publik, menurutnya, sudah mengenal banyak karya animasi Indonesia lain yang digarap serius dan mendapat sambutan positif. “Yang penting adalah kita terus belajar dan meningkatkan kualitas. Jangan sampai satu kasus dijadikan kesimpulan untuk semua karya animasi Indonesia,” tegasnya.
Ia menekankan perlunya rumah produksi memprioritaskan aspek teknis sebelum menyampaikan pesan utama. Dengan pendekatan ini, nilai budaya dan pesan nasionalisme dapat diterima lebih efektif sekaligus menumbuhkan kebanggaan masyarakat terhadap animasi lokal.
BACA JUGA: Alasan Pemerintah Negeri Singa Melarang Penggunaan Vape
Animasi Lokal yang Jadi Sorotan Pakar
Perdebatan seputar film animasi Merah Putih: One for All menunjukkan bahwa publik semakin peduli pada kualitas karya anak bangsa. Kritik yang muncul dari pakar, terutama terkait visual, seharusnya tidak dipandang sebagai bentuk penolakan, melainkan sebagai dorongan untuk memperbaiki standar industri animasi di Indonesia.
Pesan nasionalisme yang diusung film ini tetap penting, tetapi tanpa didukung kualitas teknis yang memadai, penerimaannya berpotensi terhambat. Meski demikian, satu karya dengan kelemahan tertentu tidak bisa dijadikan tolok ukur tunggal bagi seluruh industri kreatif tanah air.
Banyak animasi lokal yang mendapat apresiasi positif, itu membuktikan bahwa potensi besar masih ada dan terus berkembang. Yang diperlukan adalah konsistensi, investasi pada kualitas, serta keberanian untuk bersaing di level internasional. Dengan cara itu, animasi Indonesia dapat menjadi medium efektif dalam menyampaikan nilai budaya sekaligus membangun kebanggaan nasional.