NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Pejabat Kemnaker ‘Sultan’ Punya Harta Rp 3,9 Miliar

Pejabat Kemnaker ‘Sultan’ Punya Harta Rp 3,9 Miliar

Foto ilustrasi pejabat Kemnaker Sultan dengan kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3

NarayaPost – Pejabat Kemnaker ‘Sultan’. Kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kian menarik perhatian publik. Setelah nama mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel, disorot Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini muncul nama lain: Irvian Bobby Mahendro Putro (IBM), pejabat yang mendapat julukan “Sultan”.

Julukan ini diberikan karena Irvian disebut-sebut sebagai sosok yang memiliki kekayaan besar, bahkan diduga mengalirkan dana miliaran rupiah ke Noel untuk berbagai keperluan pribadi. Fakta ini terungkap dalam konferensi pers KPK yang dipimpin oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada Sabtu (23/8/2025).

“IEG (Noel) minta untuk renovasi rumah di Cimanggis, IBM kasih Rp 3 miliar,” ujar Setyo.

BACA JUGA : Marquez Juara Sprint Race MotoGP Hungaria, Bagnaia Gagal Bersinar

Siapa Irvian Bobby Mahendro Putro?

Berdasarkan penelusuran, Irvian menjabat sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemnaker periode 2022–2025. Dalam laporan LHKPN terakhirnya yang disampaikan pada 2 Maret 2022, ia tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 3,9 miliar.

Harta ini terdiri atas:

  • Tanah dan Bangunan seluas 145 m² di Jakarta Selatan senilai Rp 1,2 miliar.
  • Kendaraan satu unit Mitsubishi Pajero senilai Rp 335 juta.
  • Harta Bergerak lainnya senilai Rp 75 juta.
  • Surat Berharga senilai Rp 2,2 miliar.
  • Kas dan Setara Kas senilai Rp 3,9 miliar.

Menariknya, meskipun kekayaannya mencapai miliaran, Irvian hanya melaporkan kepemilikan satu properti dan satu kendaraan pribadi.

Aliran Dana Mencapai Rp 69 Miliar

Meski laporan resminya menunjukkan harta sekitar Rp 3,9 miliar, informasi terbaru dari penyidikan KPK menyebutkan bahwa Irvian justru menjadi pihak yang menerima aliran dana terbesar dalam perkara pemerasan sertifikasi K3. Nilainya ditaksir mencapai Rp 69 miliar, yang diterima melalui sejumlah perantara.

Dana tersebut tidak seluruhnya disimpan, melainkan digunakan untuk berbagai kebutuhan pribadi, mulai dari belanja hiburan, pembayaran uang muka rumah, hingga pembelian beberapa mobil mewah. Bahkan, sebagian dana disebut disalurkan sebagai penyertaan modal pada tiga perusahaan yang terafiliasi dengan penyelenggara jasa K3.

Tidak berhenti di situ, Irvian juga memberikan sebagian uang kepada Noel. Salah satu yang terungkap adalah Rp 3 miliar untuk renovasi rumah di Cimanggis dan sebuah motor Ducati yang kini disimpan di rumah anak Noel.

Skema Pemerasan Sertifikasi K3

Kasus pemerasan sertifikasi K3 di Kemnaker ternyata sudah berlangsung sejak 2019. Biaya pengurusan yang seharusnya hanya Rp 275 ribu melonjak hingga Rp 6 juta. Lonjakan biaya ini diduga disebabkan adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan secara terstruktur.

Sertifikasi K3 sendiri menjadi syarat penting bagi perusahaan dalam memenuhi standar keselamatan kerja. Tingginya permintaan membuat pengurusan sertifikasi ini rawan dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan pribadi.

Menurut KPK, praktik ini menyeret sejumlah pejabat di lingkungan Kemnaker. Irvian disebut sebagai pihak yang paling diuntungkan, sementara Noel diduga berperan sebagai penerima aliran dana untuk kepentingan pribadi.

Respons Publik dan Pemerintah

Kasus ini memicu kritik tajam terhadap transparansi di tubuh Kemnaker. Sejumlah kalangan menilai bahwa pengawasan internal kementerian masih lemah sehingga memungkinkan pungli dan pemerasan terjadi dalam waktu lama.

Pemerhati kebijakan publik, Feri Amsari, menyatakan bahwa kasus ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola layanan sertifikasi.

“Kalau pungutan liar bisa terjadi bertahun-tahun, itu artinya ada masalah serius dalam sistem pengawasan. Reformasi birokrasi harus berjalan, tidak cukup hanya menindak individu,” jelasnya.

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan memastikan pihaknya siap bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan perkara ini.

Potret Kekayaan Pejabat Negara yang Kontras

Kasus Irvian Bobby Mahendro Putro kembali membuka diskusi publik mengenai harta pejabat negara. Laporan LHKPN yang resmi menunjukkan Rp 3,9 miliar, tetapi fakta di lapangan justru mengindikasikan ada aliran dana jauh lebih besar.

Fenomena ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara laporan kekayaan yang disampaikan dengan kondisi sebenarnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan: sejauh mana mekanisme pelaporan harta mampu mengungkap kekayaan pejabat secara akurat?

Menurut pakar tata kelola, mekanisme LHKPN harus ditingkatkan kualitas verifikasinya. Tidak cukup hanya mengandalkan laporan mandiri dari pejabat, tetapi perlu diawasi dengan audit forensik keuangan secara rutin.

BACA JUGA : Turis Inggris Jadikan Jepang-Bali Destinasi Liburan Favorit

Penutup: Transparansi Jadi Kunci

Kasus “Pejabat Sultan” Kemnaker menjadi tamparan keras bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Praktik pungli dan pemerasan yang berlangsung bertahun-tahun bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencoreng wibawa lembaga pemerintah.

Keterbukaan, pengawasan ketat, dan penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci agar kasus serupa tidak terulang. Publik berharap KPK menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya, tidak hanya berhenti pada individu tertentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *