NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » MK Tegaskan Pendidikan Dasar Gratis adalah Hak Konstitusional, Bukan Beban Anggaran

MK Tegaskan Pendidikan Dasar Gratis adalah Hak Konstitusional, Bukan Beban Anggaran

Hakim MK Arief Hidayat saat menyampaikan pidato pendidikan dasar gratis

NarayaPost – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan bahwa pendidikan dasar gratis merupakan amanat konstitusi yang tidak boleh ditawar, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Dalam putusan terbaru, MK menyatakan bahwa negara wajib menjamin akses pendidikan dasar tanpa pungutan biaya, termasuk untuk satuan pendidikan swasta yang menyelenggarakan layanan publik.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Hakim MK, Arief Hidayat, dalam seminar nasional bertajuk “Mewujudkan Amanat Konstitusi Pendidikan Dasar Gratis untuk Meningkatkan SDM Unggul Berdaya Saing”, yang digelar di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6/2025).

Dalam pidatonya, Arief menekankan bahwa keputusan MK bukan sekadar bentuk teknis penyesuaian anggaran, melainkan cerminan komitmen bangsa terhadap prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan pembangunan peradaban.

“Tanggung jawab dan kewajiban negara menjamin pendidikan dasar tanpa dipungut biaya bukan sekadar otak-atik anggaran, tapi wujud nyata komitmen terhadap prinsip negara hukum dan kesetaraan,” ujar Arief dengan lantang.

BACA JUGA : Sekolah Rakyat Akan Segera Dimulai pada Tahun Ajaran Baru

Putusan MK: Wajib Belajar Tanpa Biaya Harus Dijamin Negara

Putusan ini merupakan jawaban atas gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya Pasal 34 ayat (2). Gugatan diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga warga negara: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

Dalam sidang yang digelar pada Selasa, 27 Mei 2025, MK menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai kewajiban negara membiayai pendidikan dasar — baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

“Menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa pendidikan dasar harus bebas biaya,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

Makna Strategis: Membangun SDM Unggul dan Peradaban Maju

Menurut Arief, pendidikan dasar gratis adalah bentuk moral call, atau panggilan moral, yang tidak bisa ditunda. Ia menyebut bahwa ini adalah bagian dari strategi besar membangun sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan memiliki daya saing global.

“Jangan memandang penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa pungutan sebagai sesuatu yang memberatkan atau jelimet. Ini justru adalah investasi jangka panjang bangsa,” kata Arief.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya solidaritas fiskal dari pemerintah pusat hingga daerah, untuk memastikan hak konstitusional rakyat ini benar-benar dijalankan, bukan sekadar retorika.

Respons Publik dan Pengamat Pendidikan

Putusan ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Pengamat pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Mulyadi Sudrajat, menyebut langkah MK ini sebagai penegasan terhadap Pasal 31 UUD 1945, yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

“Putusan ini adalah teguran keras bagi pemerintah yang masih membebani siswa miskin dengan berbagai pungutan. Negara wajib hadir, bukan justru memprivatisasi layanan dasar,” ujar Mulyadi.

Sementara itu, JPPI menyebut kemenangan ini sebagai buah dari partisipasi publik dalam menegakkan hak asasi, sekaligus mendorong agar pemerintah merevisi aturan turunan yang masih membuka celah pungutan liar di sekolah.

BACA JUGA : Pertumbuhan Ekonomi Era SBY 6 Persen, Berapa Sekarang?

Pendidikan Dasar Gratis: Masih Jauh dari Kenyataan

Meski putusan MK telah keluar, tantangan di lapangan masih besar. Berdasarkan laporan JPPI tahun 2024, masih terdapat pungutan di lebih dari 60% sekolah negeri tingkat dasar, baik dalam bentuk sumbangan wajib, pembelian seragam, hingga uang kegiatan.

Hal ini diperparah dengan minimnya alokasi APBD untuk sektor pendidikan di daerah-daerah tertinggal. Beberapa kepala daerah bahkan masih beranggapan bahwa pendidikan gratis adalah beban fiskal, bukan kewajiban.

Arief Hidayat dalam pidatonya mengingatkan, mindset seperti itu harus diubah. “Ini bukan masalah teknis, tapi ideologis. Kalau negara abai, maka kita sedang menggali kuburan bagi masa depan bangsa sendiri,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *