Plus Minus Putusan MK Soal Pisah Pemilu Nasional dan Lokal

NarayaPost – Mahkamah Konstitusi telah memutuskan aturan baru mengenai Pemilu nasional dan daerah yang akan dipisah. Putusan MK nomor 135/PU-XXII/2024 itu tampaknya menuai berbagai respon terkait plus minus putusan MK dari berbagai kalangan, termasuk Anggota DPR, tokoh politik hingga struktural partai.
Pertama, respon bermula dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse, mengungkapkan sejumlah kelebihan dan kekurangan dari putusan tersebut dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Netfid pada Senin (30/6).
Arse mengkritik MK telah melampaui kewenangannya sebagai lembaga penguji undang-undang. Ia menegaskan bahwa seharusnya pengaturan terkait sistem dan tahapan Pemilu menjadi ranah pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
“Karena membuat norma baru, kita harus percaya kepada sistem bahwa MK itu kewenangannya adalah menguji norma, bukan membentuknya,” tegas Arse.
BACA JUGA: Perut Buncit Meski Diet dan Olahraga? Cek Penyebab dan Solusi
Menurut politisi Partai Golkar ini, tindakan MK yang memasuki ranah pengaturan dapat melemahkan pelembagaan sistem politik yang telah dirancang dalam kerangka demokrasi Indonesia. Ia mengingatkan pentingnya menjaga sistem yang sudah berjalan agar tidak terganggu oleh interpretasi baru yang terlalu progresif dari lembaga yudikatif.
Arse menilai putusan MK mendorong DPR, khususnya Komisi II, untuk menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada agar lebih efisien dan pasti secara hukum. Ia juga menyambut baik jeda dua tahun antara Pemilu nasional dan Pilkada karena memberi ruang fokus pemilih serta waktu persiapan lebih matang bagi penyelenggara.
BRAINS Demokrat Beberkan Plus Minus Putusan MK
Respon kedua muncul dari Kepala BRAINS DPP Partai Demokrat, Ahmad Khoirul Umam, menilai pemisahan pemilu nasional dan lokal oleh MK akan berdampak besar pada sistem demokrasi Indonesia.
Dari sisi positif, ia menyebut pemisahan ini akan meningkatkan fokus pemilih terhadap isu lokal, mengurangi kompleksitas teknis pemilu, memperbaiki pengawasan, dan memungkinkan kaderisasi partai yang lebih terarah.
Namun, tantangan besar juga muncul, seperti terjadinya fragmentasi politik nasional dan lokal, potensi biaya politik tinggi, ketidaksinkronan pusat-daerah, hingga memperpanjang ketegangan politik. Umam juga mempertanyakan apakah keputusan MK ini termasuk open legal policy atau melewati ranah legislatif.
Ia mendorong DPR dan pemerintah menyusun peta jalan politik yang lebih stabil dan konsisten ke depan.
AHY Nilai Sistem Pemilu Akan Berubah Signifikan
Terakhir, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan pihaknya masih mengkaji dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah. Ia menilai keputusan ini akan mengubah sistem pemilu secara signifikan, dengan konsekuensi positif maupun negatif.
“Jadi ketika ada keputusan baru terkait dengan sistem pemilu, yang dipisahkan antara tingkat nasional dengan daerah, saya rasa ada plus minus yang harus kita analisis bersama,” sambung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa semua partai politik, termasuk Partai Demokrat, perlu mengawal setiap perubahan atau penyesuaian aturan kepemiluan yang terjadi.
“Yang jelas bagi saya, kita harus terus mengawal agar sistem demokrasi tetap sehat dan berkualitas. Pemilu adalah sebuah indikasi, tetapi bukan hanya kuantitas atau seberapa baik kita bisa menyelenggarakan pemilu,” kata AHY.
“Tetapi juga bagaimana dampak atau hasil dari pemilu itu bagi kehidupan demokrasi dan pembangunan ke depan,” pungkasnya.
Menurutnya, semua partai politik perlu mengawal perubahan ini agar tidak hanya memperbaiki teknis pelaksanaan pemilu, tetapi juga memberikan dampak positif bagi demokrasi dan pembangunan bangsa. Ia menekankan pentingnya menjaga kualitas demokrasi, bukan hanya melalui kuantitas partisipasi, tetapi juga hasil pemilu yang berdampak nyata bagi masyarakat.
BACA JUGA: Faktor Penyebab Diabetes Ada Beragam, Yuk Kenali Gejalanya!
Rincian Putusan MK
Sebagai informasi, MK dalam putusannya memutuskan bahwa Pemilu nasional yang terdiri dari Pileg DPR, DPD, dan Pilpres tetap digelar secara serentak. Namun, Pileg DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dipisahkan dan disatukan dengan Pilkada. Pemilu daerah ini akan digelar dua tahun setelah pelantikan presiden, wakil presiden, serta anggota DPR dan DPD.
Putusan ini menandai perubahan besar dalam sistem Pemilu Indonesia dan menjadi tantangan tersendiri bagi para pemangku kebijakan, penyelenggara, dan partai politik untuk beradaptasi dalam siklus politik yang baru.
Kesimpulan: Plus Minus Putusan MK Datang dari Aktor Politik
Putusan MK untuk memisahkan pemilu nasional dan daerah menuai beragam tanggapan. Termasuk mengenai plus minus putusan MK tersebut. Adapun Zulfikar Arse, Politisi Golkar mengkritik MK karena dianggap melampaui kewenangan, namun mendukung revisi UU Pemilu dan jeda waktu antar pemilu.
Selain itu, BRAINS Demokrat menilai keputusan ini punya potensi positif dalam fokus pemilih dan kaderisasi, namun juga berisiko memecah siklus politik dan meningkatkan ketegangan. Sementara AHY menilai sistem pemilu akan berubah signifikan dan menekankan pentingnya pengawalan bersama agar demokrasi tetap sehat.