Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut Segera Diatasi Presiden, Ungkap DPR

NarayaPost — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan Presiden Prabowo Subianto akan turun tangan langsung untuk menyelesaikan masalah kepemilikan empat pulau yang tengah diperdebatkan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa DPR juga tengah melakukan koordinasi dan pembicaraan langsung dengan presiden mengenai masalah perbatasan tersebut.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” katanya, Sabtu (14/6).
BACA JUGA: Rekayasa Lalu Lintas Monas Half Marathon 2025: Rute Alternatif dan Imbauan untuk Warga Jakarta
Dasco juga menyampaikan bahwa presiden nanti akan mencari solusi paling tepat dan mengambil kewenangan penuh untuk menuntaskan masalah tersebut.
Ketua Harian Partai Gerindra itu menambahkan, Prabowo menargetkan keputusan final mengenai status kepemilikan keempat pulau tersebut dapat diambil dalam waktu dekat.
Sebagai informasi, perdebatan kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut terjadi usai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil) merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
Ketetapan tersebut kemudian mendapatkan respon keras dari Pemerintah Aceh yang bersikeras bahwa keempat pulau itu merupakan bagian dari wilayahnya. Terkini, Kemendagri juga menyatakan akan melakukan pengkajian ulang mengenai kepemilikan empat pulau tersebut pada Selasa (17/6).
Perselisihan mengenai kepemilikan pulau-pulau di perbatasan Aceh dan Sumut terus bergulir dan membutuhkan penyelesaian dari pemerintah pusat demi menjaga kepastian dan kejelasan terkait garis administrasi di kedua provinsi.
Latar Belakang Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut
Polemik kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara tengah menjadi perdebatan yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.
Keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (Kecil), ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sehingga memicu protes dan penolakan dari Pemerintah Aceh yang bersikeras bahwa kawasan tersebut merupakan bagian dari provinsinya sesuai SKB tahun 1992.
Langkah Kemendagri tersebut kemudian dinilai dapat meningkatkan ketegangan dan potensi konflik horizontal, sehingga Gubernur Aceh, Gubernur Sumatera Utara, dan DPR turut melakukan koordinasi dan mencari solusi mengenai masalah tersebut. Akademisi dan elemen masyarakat juga mendesak Kemendagri untuk melakukan pengkajian ulang keputusan yang dikeluarkan, demi menjaga stabilitas dan keamanan di daerah perbatasan.
Dalam proses tersebut, DPD dan DPR RI turut turun tangan dan menyerukan penyelesaian masalah berdasarkan aspek hukum, bukan keputusan sepihak. Dengan melakukan dialog, koordinasi, dan peninjauan kembali peraturan yang diterbitkan, diharapkan masalah kepemilikan empat pulau tersebut dapat diselesaikan secara adil, damai, dan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
BACA JUGA: Bantah Merger Grab-GoTo, Grab: Belum Ada Diskusi
Kesimpulan
Perselisihan kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara tengah menjadi masalah penting yang membutuhkan solusi dari pemerintah pusat. Dalam upaya mencari titik tengah, Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung dan mengambil kewenangan penuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, sesuai koordinasi yang tengah dijalin bersama DPR.
Keputusan final mengenai kepemilikan pulau-pulau itu juga tengah disiapkan dan diharapkan dapat diambil secepatnya, sehingga dapat memberikan kepastian dan menjaga stabilitas hubungan antardaerah.
Langkah tegas dan bijaksana dari pemerintah pusat nantinya diharapkan mampu menjaga keadilan, keamanan, dan kedamaian di tengah masyarakat. Tentunya, dengan menghormati sejarah, peraturan perundangan, dan kepentingan masing-masing provinsi. Dengan demikian, setiap provinsi bisa memaksimalkan potensi masing-masing untuk kepentingan masyarakat.