Rugi Kasus Chromebook Senilai Rp 1,9T, Berapa Unit Beli Laptop?

NarayaPost – Program digitalisasi pendidikan yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2020–2022 kini menjadi sorotan tajam. Kejaksaan Agung mengungkap adanya dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 1,2 juta unit Chromebook yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.
Padahal, program-program tersebut awalnya dirancang untuk mempercepat proses transformasi pembelajaran daring, terutama di masa pandemi. Alih-alih menjadi transformasi, justru program tersebut diselewengkan melalui praktik markup harga hingga penggunaan perangkat lunak ilegal.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa kerugian negara terdiri dari sekitar Rp 1,5 triliun akibat markup harga laptop dan sekitar Rp 480 miliar dari pengadaan software yang tidak legal. Penyimpangan tersebut diduga terjadi karena spesifikasi Chromebook dipaksakan masuk sebagai standar pengadaan.
BACA JUGA: DPR Ingatkan BPS Perihal Data “Pesanan”
Lalu, hasil kajian awal menyebutkan perangkat ini tidak sesuai untuk sebagian besar sekolah di daerah, khususnya yang minim akses internet. Sejumlah pihak kini telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan pejabat dan staf khusus, seiring upaya penegak hukum membongkar lebih mengenai jaringan korupsi ini.
Total Unit Chromebook yang Diduga Bermasalah
Dalam rentang waktu tersebut, sebanyak 1,2 juta unit Chromebook dibeli dan disebarkan ke berbagai sekolah di seluruh Indonesia. Namun, penggunaan Chromebook terbukti tidak efektif, khususnya di kalangan guru dan siswa di daerah dengan koneksi internet terbatas.
Perhitungan Kerugian: Dari Software hingga Markup
Kejagung memaparkan detail perhitungan kerugian:
- Item software (CDM): Rp 480 miliar
- Markup harga kontrak (selain CDM): Rp 1,5 triliun
Dengan ini, total kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun
Dana Rp 1,98 Triliun, Berapa Unit Laptop Bisa Dibeli?
Berdasarkan harga rata-rata pasar, berikut estimasi jumlah perangkat alternatif yang bisa dibeli dengan anggaran tersebut :
- Asus VivoBook Go 14 (4GB/256GB – Rp 4,3 juta) → 460.000 unit
- HP 14s (8GB/512GB – Rp 5,25 juta) → 377.000 unit
- Acer Aspire Lite (8GB/512GB – Rp 5,1 juta) → 388.000 unit
- Samsung Galaxy Tab A9+ (8GB/128GB – Rp 4,8 juta) → 412.000 unit
Angka-angka ini menunjukkan bahwa alokasi dana bisa digunakan untuk membeli perangkat yang lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah, tergantung prioritas spesifikasi.
Siapa Tersangkanya?
Kejaksaan telah menetapkan empat tersangka:
- Sri Wahyuningsih: mantan Direktur SD Kemendikbudristek
- Mulyatsyah: mantan Direktur SMP
- Ibrahim Arief: konsultan TIK
- Jurist Tan: mantan staf khusus Nadiem Makarim
Sementara, Mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim sendiri sedang berstatus saksi dan telah diperiksa dua kali sejauh ini.
Mengapa Chromebook Dipakai Meski Kurang Optimal?
Uji coba awal pada 1.000 unit Chromebook menunjukkan bahwa perangkat ini kurang efektif tanpa koneksi internet yang stabil. Sayangnya, kelompok sasaran utama adalah daerah 3T, dengan infrastruktur internet yang belum mendukung penggunaan penuh Chromebook. Juga dikhawatirkan adanya kesepakatan untuk memaksakan jenis OS tertentu (Chrome OS) dalam spesifikasi teknis pengadaan.
Kesimpulan
Kasus pengadaan Chromebook ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,98 triliun, dengan pembelian 1,2 juta unit perangkat yang terbukti tidak sesuai kebutuhan teknis, terutama di daerah dengan konektivitas terbatas. Anggaran tersebut sejatinya bisa dialihkan untuk membeli berbagai perangkat alternatif dengan anggaran serupa mampu mencakup ratusan ribu unit laptop atau tablet yang lebih fungsional.
Meskipun Nadiem Makarim belum ditetapkan sebagai tersangka, penyelidikan berjalan intensif dengan adanya keempat tersangka aktif. Kasus ini bukan hanya soal markup harga, tetapi juga pilihan teknologi yang kurang tepat dan potensi pelanggaran prosedur pengadaan. Ke depannya, evaluasi menyeluruh terhadap skema digitalisasi pendidikan sangat diperlukan agar dana publik digunakan secara optimal dan dampaknya benar‑benar terasa oleh pelajar Indonesia.