NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Sejarah Kasino Legal di Jakarta Era Ali Sadikin

Sejarah Kasino Legal di Jakarta Era Ali Sadikin

Ali Sadikin dan meja kasino di era 1967, simbol sejarah perjudian legal di Jakarta.

NarayaPostJakarta pernah mencatat sejarah unik dalam pembangunan kotanya melalui pendapatan dari kasino legal. Pada 21 September 1967, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengizinkan berdirinya kasino di Petak Sembilan, Glodok. Langkah yang dianggap kontroversial itu bertujuan mengatasi krisis anggaran yang kala itu hanya Rp266 juta, sementara kota ini menghadapi tantangan pembangunan yang besar.

Kasino legal ini awalnya hanya dibuka untuk warga negara keturunan China, bekerja sama dengan seorang pengusaha bernama Atang. Keputusan Ali Sadikin mengundang pro-kontra. Meski menuai kritik keras, terutama dari kalangan agama yang menilai perjudian bertentangan dengan nilai moral, Ali Sadikin berargumen bahwa perjudian liar sudah tak terkendali. “Lebih baik diatur dan disalurkan untuk kepentingan publik daripada dibiarkan jadi sumber ilegal,” ujarnya di berbagai kesempatan.

Pajak yang dikumpulkan dari kasino legal di Petak Sembilan mencapai Rp25 juta per bulan—setara Rp200 miliar saat ini. Dana besar ini digunakan membangun jembatan, jalan, rumah sakit, sekolah, serta mendanai program Pola Rehabilitasi Tiga Tahun (1967-1969). Program ini menjadi tonggak transformasi Jakarta, yang saat itu masih 60% wilayahnya berupa kawasan kumuh.

Selain Petak Sembilan, beberapa lokasi lain seperti Ancol, Djakarta Theatre, Proyek Senen, dan Sarinah juga menjadi pusat perjudian legal yang beroperasi 24 jam dan dijaga aparat. Aktivitas ini mendongkrak anggaran Jakarta yang melonjak jadi Rp122 miliar pada 1977, menopang berbagai proyek perbaikan kampung dan infrastruktur publik.

Baca Juga: Iwan Setiawan Bos Sritex Tersangka Kasus Korupsi PT Sritex

Namun, gelombang protes dari masyarakat tak pernah surut. Ali Sadikin dijuluki “Gubernur Judi” karena dianggap melegitimasi praktik maksiat. Ia tetap bergeming, menilai bahwa mengatur perjudian lebih realistis daripada membiarkannya berjalan di bawah tanah. Sikapnya itu menjadi diskursus panjang tentang moralitas versus pragmatisme dalam kebijakan publik.

Akhirnya, era kasino legal di Jakarta berakhir pada 1974 setelah pemerintah pusat mengesahkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 yang melarang segala bentuk perjudian di Indonesia. Sejak itu, semua kasino ditutup, dan perjudian resmi menjadi ilegal.

Meski telah lama berlalu, kebijakan kasino legal era Ali Sadikin menjadi salah satu bab penting dalam sejarah pembangunan Jakarta. Ia membuktikan bahwa pendanaan pembangunan tidak selalu datang dari sumber konvensional. Namun, kisah ini juga meninggalkan pertanyaan mendasar: sampai sejauh mana moralitas dapat dikompromikan demi kebutuhan ekonomi?

Baca Juga: Revisi Sejarah: Antara Fakta dan Kepentingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *