Status Darurat MPOX Resmi Dicabut WHO, Ini Alasannya!

NarayaPost – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mencabut status darurat global atau public health emergency of international concern (PHEIC) untuk penyakit Mpox. Keputusan ini diumumkan setelah digelarnya pertemuan kelima Komite Darurat IHR yang membahas lonjakan kasus mpox.
“Tentu saja, mencabut deklarasi darurat tidak berarti ancaman telah berakhir, atau respons kita akan berhenti,” ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom, melalui akun X pribadinya, Minggu (7/9/2025).
MPOX Jadi Status Darurat Kesehatan Masyarakat
Langkah tersebut diambil berdasarkan tren penurunan kasus dan angka kematian yang konsisten di Republik Demokratik Kongo serta sejumlah negara terdampak lainnya, seperti Burundi, Sierra Leone, dan Uganda. Selain itu, pemahaman mengenai faktor penyebab penularan dan risiko keparahan kini semakin berkembang, sementara negara-negara yang paling terpengaruh juga telah membangun kapasitas respons jangka panjang.
BACA JUGA: Tunjangan Rumah Rp 70 Juta, Pramono Tunggu Keputusan DPRD DKI
WHO sebelumnya menetapkan mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional pada Agustus tahun lalu. Saat itu, jenis baru mpox mulai menyebar dari DRC ke negara-negara tetangga sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan tertinggi.
Sekilas Tentang MPOX
Mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, menular melalui kontak erat. Umumnya kasus tergolong ringan, meski pada kondisi tertentu bisa berakibat fatal. Penyakit ini ditandai dengan gejala mirip flu serta munculnya lesi bernanah di tubuh.
Kelompok rentan, seperti anak-anak, ibu hamil, dan individu dengan sistem imun lemah misalnya penderita HIV lebih berisiko mengalami komplikasi serius.
Meski status darurat dicabut, WHO menegaskan mpox masih menjadi perhatian kesehatan global. Keputusan tersebut mengikuti rekomendasi Komite Darurat yang secara rutin mengevaluasi situasi setiap tiga bulan. “Sementara kita mencabut status darurat, kita perlu mempertahankan urgensinya,” kata Dimie Ogoina dari Komite Darurat.
Ogoina menambahkan, tingkat kematian yang cukup tinggi masih terjadi pada orang dengan HIV/AIDS, khususnya di Uganda dan Sierra Leone. Kerentanan juga ditemukan pada bayi serta anak-anak di Republik Demokratik Kongo. Bentuk baru mpox, klade Ib, tetap mendominasi di kawasan Afrika sub-Sahara, sementara kasus terkait perjalanan dilaporkan di beberapa negara seperti Thailand dan Inggris.
Penanganan Status Darurat MPOX Tunjukkan Kemajuan Nyata
Pencabutan status darurat global oleh WHO atas wabah mpox memberikan sinyal positif bahwa penanganan penyakit ini menunjukkan kemajuan nyata. Namun, keputusan tersebut bukan berarti ancaman telah benar-benar hilang. Justru, langkah ini menekankan pentingnya transisi dari fase kedaruratan menuju penguatan respons kesehatan jangka panjang terhadap beberapa negara-negara yang terkena dampak.
Seperti ditegaskan Tedros Adhanom, “mencabut deklarasi darurat tidak berarti ancaman telah berakhir, atau respons kita akan berhenti.” Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa meskipun kasus menurun, mpox masih berpotensi menimbulkan dampak serius.
BACA JUGA: Anggaran Pendidikan RI 2026 Tembus hingga Hampir 800 T
Dampak itu, terutama bagi kelompok rentan seperti penderita HIV, anak-anak, dan ibu hamil. Fakta bahwa masih ada tingkat kematian tinggi di Uganda, Sierra Leone, serta kasus signifikan di Republik Demokratik Kongo menunjukkan bahwa kewaspadaan tetap harus dijaga.
Lebih jauh, kasus impor yang ditemukan di luar Afrika, seperti di Thailand dan Inggris, mengindikasikan bahwa mpox tidak lagi terbatas secara geografis. Mobilitas global berpotensi memperluas penyebaran penyakit ini, sehingga kerja sama internasional tetap sangat dibutuhkan.
Dengan pemahaman yang semakin baik tentang faktor risiko dan strategi pencegahan, diharapkan setiap negara mampu membangun kapasitas respons yang berkesinambungan. Pencabutan status darurat hendaknya dilihat bukan sebagai akhir dari ancaman, melainkan sebagai momentum untuk memperkuat sistem kesehatan global,