NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » TNI AL Menunggak BBM Rp 3,2 Triliun: KSAL Usulkan Pemutihan

TNI AL Menunggak BBM Rp 3,2 Triliun: KSAL Usulkan Pemutihan

Ilustrasi visual isu TNI AL menunggak BBM Rp 3,2 triliun, menampilkan platform kilang minyak Pertamina di tengah laut dan Laksamana Muhammad Ali dalam rapat resmi bersama DPR RI, dengan teks judul berita dan logo NarayaPost.

NarayaPost— TNI AL Menunggak BBM sebesar Rp 3,2 triliun kepada PT Pertamina (Persero), seperti diungkapkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI pada Senin, 28 April 2025. Menurut laporan Kompas.com dan Tirto.id, tunggakan ini berasal dari kebutuhan operasional kapal TNI AL yang tetap mengonsumsi bahan bakar meskipun dalam posisi sandar.

TNI AL Menunggak BBM karena kapal-kapal perang membutuhkan pendingin udara (AC) untuk menjaga kestabilan peralatan elektronik. KSAL Ali menjelaskan bahwa mematikan AC akan merusak perangkat vital dalam kapal, sehingga konsumsi BBM tetap berlangsung walau kapal tidak melaut.

“Kalau AC dimatikan, alat elektronik di kapal rusak. Ini berisiko tinggi terhadap kesiapan operasional,” terang Ali.

Usulan Pemutihan Tunggakan dan Harga Subsidi BBM

TNI AL Menunggak BBM dalam jumlah besar mendorong KSAL untuk mengusulkan langkah pemutihan tunggakan. Ia juga meminta agar harga BBM untuk TNI AL dialihkan menjadi harga subsidi, sebagaimana diterima Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Harapannya tunggakan bisa diputihkan dan harga BBM kami disamakan dengan harga subsidi, agar tidak mengganggu operasional,” ujar Laksamana Ali, dikutip dari CNN Indonesia.

Saat ini, BBM untuk TNI AL masih dibebankan dengan harga industri yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga subsidi. KSAL menegaskan bahwa perlakuan adil dalam hal penyediaan energi pertahanan menjadi kebutuhan strategis yang mendesak.

Dampak Operasional Akibat TNI AL Menunggak BBM

Hal ini disebut berpengaruh langsung terhadap kesiapan operasional armada laut Indonesia. Dalam rapat yang sama, KSAL Muhammad Ali mengungkapkan bahwa saat ini TNI AL belum memiliki alat pendeteksi kapal selam asing. Padahal, alat ini sangat penting untuk mengamankan perairan nasional.Permasalahan keterbatasan perangkat deteksi bawah laut masih dalam tahap pengajuan ke Kementerian Pertahanan. Tanpa alat ini, ancaman terhadap kedaulatan laut Indonesia semakin rentan di tengah kondisi geopolitik kawasan yang dinamis.

Kesimpulan

Kasus TNI AL Menunggak BBM ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola logistik energi di tubuh militer, khususnya di lingkungan TNI AL. Tunggakan yang mencapai Rp 3,2 triliun bukan sekadar soal beban keuangan, tetapi menandakan adanya kelemahan dalam perencanaan kebutuhan operasional dan alokasi anggaran yang efektif.

Penggunaan BBM untuk menjaga peralatan elektronik kapal memang penting, namun tanpa manajemen energi yang efisien dan sistem penganggaran yang lebih disiplin, risiko pembengkakan utang seperti ini akan terus berulang. Usulan KSAL untuk memutihkan tunggakan perlu dilihat sebagai alarm bagi pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi ulang kebijakan pengelolaan logistik militer, termasuk memperjelas mekanisme subsidi energi untuk pertahanan.

Penting bagi TNI AL, Kementerian Pertahanan, dan lembaga terkait untuk membangun sistem monitoring penggunaan BBM yang lebih akurat, transparan, dan akuntabel. Hanya dengan pembenahan serius di sisi internal dan kebijakan makro, Indonesia bisa memastikan armada lautnya tetap tangguh tanpa harus tersandera oleh beban utang logistik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *