Izin Tambang di Raja Ampat Jadi Sorotan, Komisi XII DPR RI Desak Pencabutan

NarayaPost — Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, mendukung penuh langkah pemerintah yang telah menghentikan sementara operasional beberapa perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, termasuk PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk. Langkah itu sebagai salah satu upaya menanggapi masalah izin tambang di Raja Ampat yang menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Ratna menyatakan apresiasinya terhadap tindakan cepat pemerintah ini, meski sifatnya masih sementara.
“Saya tentu mengapresiasi langkah cepat pemerintah menghentikan operasional PT Gag Nikel, meski cuma sementara,” ujar Ratna dalam keterangan tertulis pada Minggu (8/6).
BACA JUGA: Raja Ampat Terancam Tambang, Wamenpar: Tolong Jangan Dirusak
Ia juga menyoroti tiga perusahaan lain yang diduga telah merusak ekosistem Raja Ampat, mendesak agar izin mereka dicabut. Adapun ketiga perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang beroperasi di Pulau Manuran tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengolahan limbah memadai. Hal itu menyebabkan kekeruhan air laut.
Perusahaan kedua, yakni PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang menambang nikel di luar IUP dan PPKH di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut menyebabkan sedimentasi dan merusak mangrove. Terakhir, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang meskipun memiliki IUP di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, tidak memiliki PPKH dan telah melakukan eksplorasi.
Berdasarkan temuan KLH tersebut, Ratna mendesak pemerintah untuk mencabut izin ketiga perusahaan ini karena terbukti melanggar ketentuan penambangan.
“KLH sudah memberikan laporan pengawasan bahwa ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi. Ini yang merusak Raja Ampat,” ungkap Ratna.
Sementara itu, Kementerian ESDM menyatakan bahwa seluruh kegiatan pertambangan di Raja Ampat diawasi secara ketat dan transparan, meliputi legalitas, perlindungan lingkungan, serta kepatuhan terhadap kawasan konservasi dan hutan lindung.
Di samping itu, Kementerian ESDM telah menurunkan tim inspektur tambang untuk mengevaluasi teknis seluruh WIUP di Raja Ampat, yang hasilnya akan menjadi dasar kebijakan lebih lanjut.
Pemerintah menegaskan bahwa evaluasi berkelanjutan akan terus dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kelestarian lingkungan dan aktivitas ekonomi, meskipun semua perusahaan telah memiliki izin resmi.
Jika ditarik ke belakang, konflik tambang nikel di Raja Ampat bermula dari upaya eksplorasi PT Gag Nikel sejak 2017–2018, kemudian berkembang cepat dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Penolakan menguat sejak awal 2025 melalui gerakan adat dan tuntutan DPR atas transparansi dan keberlanjutan. Perdebatan saat ini menyentuh aspek hukum (AMDAL, putusan MK), sosial (hak adat), dan keberlanjutan lingkungan.
Seperti yang diketahui, Raja Ampat dikenal global sebagai kawasan keanekaragaman hayati laut, di mana 75 persen spesies koral dunia ada di sini. Selain itu, Raja Ampat juga diketahui sebagai satu dari sembilan kawasan konservasi laut, dan diakui sebagai UNESCO Global Geopark. Adanya kasus pertambangan nikel di wilayah tersebut, tentu menjadi perhatian khusus dari berbagai pihak.
Kesimpulan
Kasus tambang nikel di Raja Ampat menjadi cermin nyata dari ketegangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Meskipun pemerintah telah mengambil langkah penghentian sementara dan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan, kerusakan yang terjadi menunjukkan bahwa pengawasan sebelumnya masih lemah.
Dukungan dari DPR serta desakan pencabutan izin bagi perusahaan yang melanggar menjadi sinyal penting bahwa perlindungan lingkungan kini menjadi prioritas yang tidak bisa ditawar.
BACA JUGA: Saham Tesla Tertekan, Efek Mundurnya Musk dari DOGE
Raja Ampat bukan sekadar kawasan kaya nikel, tapi merupakan warisan ekologi dunia dengan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa. Oleh karena itu, kebijakan ke depan harus berbasis pada prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keberpihakan pada masyarakat adat.
Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan apakah Indonesia mampu menjaga warisan alamnya sambil membangun masa depan energi yang berkelanjutan. Penambangan tak boleh menjadi dalih untuk menghancurkan ekosistem yang tak tergantikan. Bagaimana menurut Anda?