NarayaPost

Bersama Kebenaran, Ada Cahaya

Home » Blog » Danantara Ambil Peran Strategis di Aksi Korporasi Grab-GoTo, Jaga Ekosistem Digital dari Dominasi Asing

Danantara Ambil Peran Strategis di Aksi Korporasi Grab-GoTo, Jaga Ekosistem Digital dari Dominasi Asing

Rencana Merger GoTo dan Grab

NarayaPost – Danantara ambil peran strategis. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dikabarkan tengah menjajaki peluang masuk ke dalam struktur pemegang saham entitas gabungan Grab dan GoTo. Langkah ini dinilai sebagai strategi negara untuk mengamankan kontrol terhadap ekosistem digital nasional yang kian berkembang namun rawan dominasi asing.

Informasi ini pertama kali dilaporkan Bloomberg, yang menyebut bahwa Danantara mempertimbangkan pembelian saham minoritas dalam entitas gabungan tersebut, dengan estimasi nilai transaksi mencapai US$7 miliar atau sekitar Rp113 triliun. Bila terwujud, aksi ini akan menjadi penanda penting bahwa Danantara ambil peran strategis secara umum negara tidak hanya bertindak sebagai regulator, namun juga sebagai investor aktif dalam lanskap teknologi digital domestik.

BACA JUGA : Danantara Indonesia Pertimbangkan Investasi dalam Potensi Merger Grab dan GoTo

Ekonom Paramadina Dukung Langkah Negara

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa keterlibatan Danantara dalam aksi ini merupakan upaya krusial untuk memastikan keberlanjutan dan kedaulatan ekonomi digital nasional. Ia menilai, ekosistem yang dibangun Grab dan GoTo saat ini telah menjadi tulang punggung ekonomi digital di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

“Ekosistem ini telah menciptakan koneksi bagi puluhan juta pelanggan, jutaan UMKM, dan jutaan mitra driver. Ini bukan hanya sektor teknologi, ini jantung ekonomi rakyat digital,” tegasnya.

Wijayanto menambahkan, merger antara dua raksasa teknologi tersebut berpotensi menimbulkan kekhawatiran atas dominasi asing jika tidak diawasi dengan tepat.

“Jika aksi merger ini benar-benar terealisasi, maka penting bagi Indonesia untuk memiliki posisi strategis dan suara mayoritas dalam entitas baru tersebut. Jangan sampai kepemilikan asing mengambil alih kontrol atas aset strategis kita,” ujarnya.

Langkah Proaktif Negara Lewat Danantara

Danantara sendiri adalah lembaga investasi strategis yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk menanamkan modal di sektor-sektor bernilai strategis dan berdampak besar terhadap kepentingan nasional. Keterlibatannya dalam konsolidasi dua unicorn teknologi ini dinilai sangat relevan dengan mandat tersebut.

Menurut pengamat teknologi dari Center for Digital Sovereignty, Aryo Nugroho, keterlibatan negara melalui Danantara justru dapat memberikan stabilitas ekosistem digital.

“Negara perlu hadir secara aktif, bukan hanya lewat regulasi, tapi juga melalui kepemilikan saham yang bisa menjamin kepentingan publik tetap menjadi prioritas utama,” ungkapnya kepada NarayaPost.

Lebih lanjut, Aryo menyebutkan bahwa masuknya Danantara sebelum proses merger difinalisasi akan memberikan dua keuntungan strategis: harga valuasi yang lebih murah dan pengaruh dalam desain struktur korporasi ke depan.

Menjaga Kedaulatan Digital Nasional

Kekhawatiran atas dominasi asing di sektor digital bukan hal baru. Sejumlah negara, termasuk India dan Tiongkok, telah lama menerapkan strategi ketat untuk menjaga kedaulatan digital mereka. Indonesia pun mulai mengikuti langkah serupa.

“Ini bukan hanya tentang bisnis. Ini tentang kedaulatan data, perlindungan konsumen, dan kendali atas infrastruktur digital nasional. Danantara hadir sebagai benteng pertahanan strategis terhadap intervensi eksternal,” ujar Aryo.

Dengan struktur ekosistem yang menyentuh berbagai sektor – transportasi, pembayaran digital, logistik, hingga gaya hidup – entitas gabungan Grab-GoTo menjadi begitu vital. Oleh karena itu, penguatan kontrol dalam negeri terhadap perusahaan semacam ini dipandang sebagai investasi strategis jangka panjang.

Potensi Dampak Positif bagi UMKM dan Masyarakat

Masuknya Danantara diharapkan tidak hanya berdampak pada level kepemilikan, tetapi juga kebijakan bisnis ke depan. Misalnya, dalam hal perlindungan mitra driver, peningkatan layanan untuk UMKM, dan pembukaan akses keuangan digital yang lebih inklusif.

“Harus ada keberpihakan. Dengan masuknya negara, maka perlu ada mekanisme perlindungan terhadap mitra kerja agar tidak hanya menjadi tenaga murah dalam sistem digital yang besar,” kata Wijayanto.

BACA JUGA : Perundingan Dagang AS-Tiongkok Digelar di London

Penutup: Momentum yang Tak Boleh Terlewat

Wijayanto menggarisbawahi bahwa keterlibatan negara dalam momen krusial ini harus dipandang sebagai langkah strategis jangka panjang. Jika dilewatkan, maka potensi pengaruh terhadap masa depan ekonomi digital nasional bisa berkurang drastis.

“Masuk sekarang berarti kita beli pada valuasi yang lebih masuk akal. Return-nya pun akan lebih besar. Tapi kalau masuk setelah semuanya rampung, bukan hanya mahal, posisi tawar kita pun akan lebih lemah,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *